Musim 2024/2025 menjadi salah satu musim paling menyakitkan bagi para pendukung AC Milan. Tim kebanggaan kota mode itu resmi tersingkir dari seluruh jalur menuju kompetisi Eropa musim depan. Kekalahan 1-3 dari AS Roma di pekan ke-37 Serie A menutup peluang terakhir mereka untuk meraih satu tiket ke UEFA Conference League. Situasi ini memperdalam krisis performa yang sudah dirasakan sejak kekalahan di final Coppa Italia.
Tragedi di Olimpico: Milan Dipukul Roma, Tiket Eropa Menguap
Pertandingan melawan AS Roma sejatinya menjadi peluang terakhir bagi Milan untuk menyelamatkan muka. Namun, semua rencana yang disusun pelatih Sergio Conceicao hancur hanya dalam waktu tiga menit. Umpan sepak pojok dari Matias Soule disambut tandukan Gianluca Mancini. Bola mengarah tajam ke pojok atas gawang Mike Maignan dan membuka skor lebih awal untuk Roma.
Meski Milan sempat menyamakan kedudukan lewat aksi Joao Felix, hasilnya tidak bertahan lama. Leandro Paredes membawa Roma kembali unggul melalui tendangan bebas spektakuler yang tak mampu dibendung Maignan. Skor 2-1 membuat mental tim tamu sedikit goyah. Puncaknya terjadi saat Bryan Cristante mencetak gol ketiga dengan tembakan jarak jauh keras yang mengunci kemenangan Roma.
Insiden Kartu Merah: Momen Penentu yang Kontroversial
Bukan hanya hasil akhir yang menjadi sorotan, tetapi juga insiden kartu merah kepada Santiago Gimenez. Penyerang Milan itu diusir keluar lapangan pada menit ke-21 setelah insiden sikutan terhadap Gianluca Mancini. Keputusan itu diambil setelah wasit meninjau VAR. Banyak pihak menilai keputusan tersebut cukup kontroversial.
Pelatih Sergio Conceicao menyuarakan kekecewaannya pasca pertandingan. Ia membandingkan insiden tersebut dengan situasi serupa yang terjadi pada final Coppa Italia. “Saya tidak bilang kartu merah tidak layak. Tapi mengapa insiden Beukema-Gabbia saat final tak ditinjau VAR?” ujar Conceicao.
Kehilangan satu pemain sejak babak pertama jelas berdampak besar. Milan yang awalnya menguasai jalannya laga jadi kesulitan membangun serangan dan menjaga keseimbangan. Tekanan dari Roma makin menjadi, terutama setelah unggul jumlah pemain.
Sergio Conceicao Diusir: Simbol Kekacauan yang Mewakili Musim Milan
Di babak kedua, kekesalan Conceicao memuncak. Ia akhirnya diusir dari lapangan setelah bersitegang dengan ofisial keempat. Ini menandai akhir yang pahit, bukan hanya untuk pertandingan, tapi mungkin juga bagi masa jabatannya di Milan. Banyak yang menduga ini adalah laga terakhirnya bersama klub.
“Saya hanya meminta rasa hormat,” ucapnya usai laga. “Saya dikeluarkan hanya karena satu kata. Itu membuat saya sangat kecewa.” Conceicao menekankan bahwa sejak dirinya datang, Milan mengalami perbaikan performa. Menurut statistik, timnya sebenarnya mengoleksi poin yang cukup untuk zona Liga Champions jika dihitung dari saat ia mulai melatih.
Namun, dia tak menutup mata terhadap kekurangan yang ada. “Saya tidak bilang ini musim yang bagus. Tapi kami menjuarai Supercoppa dan sampai ke final Coppa Italia. Kami hanya gagal di momen krusial,” tambahnya. Kekalahan melawan Roma menjadi konfirmasi bahwa Milan belum cukup matang secara mental dan taktik untuk konsisten di level tertinggi.
Milan Tanpa Eropa: Reputasi yang Kian Tergerus
Gagal tampil di Eropa bukan sekadar kehilangan kesempatan bersaing dengan klub-klub top. Bagi Milan, ini adalah krisis reputasi. Klub yang pernah berjaya di pentas Liga Champions kini tidak masuk hitungan dalam ajang kontinental. Ini adalah pukulan telak bagi manajemen, pemain, dan terutama fans setia mereka.
Pelatih menyerahkan evaluasi akhir kepada manajemen. Ia menegaskan siap menerima keputusan apapun yang akan dibuat setelah musim berakhir. “Semua orang bisa menilai pekerjaan saya. Kita akan bicara tentang itu nanti,” kata Conceicao.
Tanpa kompetisi Eropa, Milan akan kesulitan dalam menarik pemain bintang ke San Siro. Daya tawar mereka melemah, baik di mata investor maupun calon rekrutan. Untuk klub sebesar Milan, kondisi ini bukan hanya kegagalan strategi, melainkan juga alarm bahaya tentang kehilangan identitas.