Sunday, May 18, 2025
No menu items!
asia9QQ  width=
HomeLiga Eropa LainnyaFA Cup 2025: Crystal Palace Ukir Sejarah, Guardiola Gagal dengan Taktik Baru

FA Cup 2025: Crystal Palace Ukir Sejarah, Guardiola Gagal dengan Taktik Baru

Final FA Cup 2025 mempersembahkan sebuah sejarah baru, Crystal Palace secara mengejutkan berhasil menaklukkan Manchester City dengan skor tipis 1-0 di Stadion Wembley, Sabtu malam waktu setempat. Kemenangan ini menjadi sangat bersejarah bagi The Eagles karena ini adalah trofi mayor pertama sepanjang sejarah klub.

Lebih dari sekadar kemenangan, hasil ini membuka jalan Palace menuju panggung Eropa, tepatnya Liga Europa musim depan. Mereka tampil penuh determinasi dan strategi matang di bawah asuhan Oliver Glasner. Sementara itu, Manchester City yang difavoritkan sejak awal justru tampil di bawah ekspektasi. Terlebih lagi, perubahan taktik Pep Guardiola justru menjadi bumerang dalam laga sebesar ini.

- Advertisement -
asia9QQ


Gol Tunggal Eze: Simbol Efisiensi Serangan Balik Palace

Eberechi Eze sukses mencetak gol tunggal kemenangan, bintang muda yang tampil sebagai pahlawan. Gol tersebut hadir melalui skema serangan balik cepat yang dirancang dengan presisi tinggi. Dimulai dari tendangan gawang Dean Henderson, hanya butuh sembilan sentuhan dan 13 detik bagi Palace untuk merobek pertahanan City.

Pada menit-menit awal pertandingan, City mendominasi mutlak dengan 88 persen penguasaan bola. Namun dominasi tersebut tidak dibarengi kreativitas yang cukup untuk menciptakan peluang berbahaya. Palace justru menunggu dengan disiplin di lini belakang, lalu memanfaatkan setiap celah yang terbuka.

Absennya gelandang bertahan murni dalam susunan pemain City menjadi titik lemah yang jelas. Kevin De Bruyne, meski berperan lebih ke dalam, gagal menutup ruang dengan cepat ketika Palace membangun serangan. Ini menjadi bukti bahwa pendekatan taktis Guardiola yang mencoba keluar dari pola biasanya tidak berjalan sesuai rencana.


Kontroversi Penalti: Haaland Menghilang, Marmoush Gagal

Laga final ini juga diwarnai oleh kontroversi eksekusi penalti yang gagal dimanfaatkan Manchester City. Ketika City mendapatkan peluang emas untuk menyamakan kedudukan, justru Omar Marmoush yang maju sebagai algojo. Hasilnya? Tendangannya gagal membuahkan gol.

Publik langsung mempertanyakan absennya Erling Haaland dalam momen krusial tersebut. Sebagai top skor tim dan eksekutor utama, Haaland biasanya tidak tergantikan dalam situasi seperti ini. Keputusan untuk memberikan tanggung jawab kepada Marmoush menjadi bahan spekulasi luas. Ada yang menyebut Haaland sedang tidak fit secara mental, namun hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari pihak klub.

Dalam laga sekelas final, keputusan semacam ini menunjukkan kurangnya kejelasan strategi dalam pengambilan keputusan penting. Penalti yang gagal itu menjadi momentum hilangnya harapan City, karena setelah itu permainan semakin sulit berkembang.


Pergeseran Taktik Guardiola: Antara Inovasi dan Kekeliruan

Pep Guardiola dikenal sebagai pelatih inovatif yang berani bereksperimen dengan taktik. Namun kali ini, keputusannya untuk mengubah pendekatan justru menuai kritik. Setelah dikalahkan 5-2 oleh Palace di pertemuan liga sebelumnya, Guardiola memutuskan untuk tidak lagi menggunakan formasi inverted full-back yang selama ini menjadi ciri khasnya.

Sebagai gantinya, ia memainkan bek sayap lebih tinggi dan melebar dengan harapan memperluas permainan. Sayangnya, strategi ini meninggalkan banyak ruang kosong di lini tengah dan belakang. Hal ini memberi kesempatan bagi Palace untuk menekan balik secara cepat dan efisien.

Kehilangan keseimbangan ini terbukti fatal. Gol Eze adalah hasil nyata dari ruang terbuka di lini tengah yang tidak tertutup dengan baik. Mateta mampu menguasai bola tanpa tekanan berarti, dan serangan kilat pun mengarah ke gawang Ederson tanpa hambatan.

Guardiola terlihat frustrasi di pinggir lapangan, terutama karena pemain-pemainnya kesulitan menembus barikade pertahanan Palace yang tampil nyaris tanpa cela. Serangan demi serangan mereka patah tanpa hasil signifikan, membuktikan bahwa taktik Guardiola tidak berjalan efektif di laga final ini.


Crystal Palace: Juara dengan Soliditas dan Mental Juara

Salah satu hal yang patut diacungi jempol adalah konsistensi Palace sepanjang turnamen FA Cup musim ini. Mereka menutup perjalanan ke final hanya dengan kebobolan satu gol dari lima pertandingan sebelumnya. Soliditas pertahanan menjadi fondasi utama permainan mereka.

Di final, performa Dean Henderson di bawah mistar gawang menjadi pembeda. Selain penyelamatan penalti, ia tampil tenang dan sigap mengawal bola-bola tinggi serta menahan ancaman dari Haaland dan rekan-rekannya. Tidak berlebihan jika ia disebut sebagai salah satu tokoh kunci di balik kesuksesan Palace malam itu.

Mental juara Palace juga terlihat dari cara mereka mengatur tempo, tidak terpancing tekanan, dan tetap setia pada strategi permainan mereka. Oliver Glasner telah membentuk skuad yang tidak hanya disiplin secara taktik, tetapi juga kuat secara mental.


Dari Underdog ke Raja Wembley: Momen Bersejarah Bagi The Eagles

Kemenangan ini menciptakan tonggak sejarah bagi Crystal Palace. Sebelumnya, klub asal London Selatan ini belum pernah mengangkat trofi besar sejak berdiri pada 1905. Bahkan final FA Cup terakhir yang mereka capai terjadi pada tahun 2016, saat kalah dari Manchester United.

Kini, mereka menulis babak baru dalam sejarah klub dengan mengalahkan juara bertahan Premier League dan salah satu tim terkuat Eropa. Perjalanan ini bukan hanya kemenangan di atas lapangan, tetapi juga simbol kemajuan manajerial dan struktur klub secara keseluruhan.

Dengan kemenangan ini, Palace dipastikan tampil di Liga Europa musim depan. Ini membuka peluang untuk terus berkembang di level yang lebih tinggi. Lebih dari itu, mereka telah memberi inspirasi bagi banyak tim kuda hitam lainnya bahwa dengan strategi yang tepat dan mental kuat, segalanya mungkin dalam sepak bola.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
asia9sports

Most Popular

Recent Comments