Friday, July 11, 2025
No menu items!
asia9QQ  width=
HomeLiga IndonesiaSuper League Terapkan Regulasi 11 Pemain Asing, Benarkah Ancaman bagi Pemain Lokal?

Super League Terapkan Regulasi 11 Pemain Asing, Benarkah Ancaman bagi Pemain Lokal?

Regulasi 11 pemain asing di Super League memicu perdebatan luas di kalangan pecinta sepak bola Indonesia. Kebijakan baru ini secara resmi diumumkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Liga Indonesia Baru yang juga mengesahkan perubahan nama Liga 1 menjadi Super League. Direktur Utama I-League, Ferry Paulus, menjelaskan bahwa setiap klub kini boleh mendaftarkan hingga 11 pemain asing dan memainkan maksimal delapan dalam satu pertandingan.

Tujuan utama dari regulasi ini adalah meningkatkan daya saing klub-klub Indonesia di kompetisi Asia. Banyak pihak melihat kebijakan ini sebagai langkah ambisius untuk mengangkat kualitas kompetisi domestik. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran mengenai masa depan pemain lokal dan potensi dampaknya terhadap performa tim nasional.

- Advertisement -
asia9QQ

Beberapa tokoh sepak bola nasional menilai keputusan ini terlalu cepat dan tidak diiringi kesiapan infrastruktur serta sistem pembinaan. Perbandingan dengan Saudi Pro League yang mengalami penurunan performa timnas akibat minimnya menit bermain pemain lokal menjadi catatan penting. Artikel ini akan membahas secara menyeluruh kontroversi di balik regulasi tersebut dan bagaimana dampaknya terhadap klub, pemain, dan masa depan sepak bola Indonesia.


Ambisi Klub di Kancah Asia vs Stabilitas Internal Tim

Ferry Paulus menyampaikan bahwa peningkatan kuota pemain asing merupakan bentuk respons terhadap keinginan klub-klub yang merasa aturan lama terlalu “nanggung”. Dalam regulasi sebelumnya, klub hanya bisa memainkan enam pemain asing, meski boleh mendaftarkan delapan. Kini, meskipun daftar bertambah jadi 11, hanya delapan yang boleh tampil di lapangan dalam satu pertandingan.

Meski bersifat opsional, keputusan ini membuat klub harus lebih bijak dalam membangun skuad. General Manager Arema FC, Yusrinal Fitrianadi, mengaku enggan memaksimalkan kuota tersebut karena khawatir akan tercipta konflik internal akibat pemain asing yang tidak mendapatkan menit bermain.

“Delapan yang tampil, tiga sisanya hanya menonton. Itu bisa mengganggu keharmonisan ruang ganti,” ujarnya. Arema sendiri berencana merekrut maksimal sembilan pemain asing.

Sementara itu, Madura United menganggap regulasi ini sebagai hasil kompromi dan menyatakan tak ada masalah berarti. Namun, dengan kebutuhan adaptasi dan keseimbangan tim, tak semua klub mampu langsung memanfaatkan kuota ini secara maksimal.


Pengembangan Pemain Lokal Terancam, Timnas Bisa Ikut Terdampak

Kritik tajam datang dari pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali. Ia menilai kebijakan ini kontraproduktif dengan misi jangka panjang untuk membangun kekuatan tim nasional. Ia mencontohkan pengalaman Arab Saudi, di mana dominasi pemain asing di liga lokal berdampak pada buruknya performa timnas.

“Pemain asing pasti direkrut untuk dimainkan. Artinya, ruang berkembang bagi pemain lokal jadi sempit. Ini berbahaya,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Presiden APPI, Andritany Ardhiyasa. Kiper Persija Jakarta itu mempertanyakan keselarasan antara kebijakan kompetisi dan target prestasi Timnas Indonesia. Menurutnya, jika pemain lokal tak diberi jam terbang cukup, sulit berharap mereka bersinar di level internasional.

“Kalau tidak main di klub, bagaimana mereka bisa dapat tempat di Timnas? Regulasi ini bertolak belakang dengan pernyataan pelatih timnas,” ujarnya.


Belajar dari Pengalaman Timnas Arab Saudi

Arab Saudi memberikan pelajaran penting. Setelah mengizinkan 10 pemain asing per klub dan delapan bermain di Saudi Pro League, timnas mereka justru kehilangan performa. Pelatih Roberto Mancini bahkan mengeluhkan bahwa banyak pemain timnas hanya menjadi cadangan di klub.

Pada laga melawan Indonesia September lalu, Mancini secara terbuka menyatakan kesulitan meracik tim karena minimnya menit bermain para pemain lokal. “Saya punya 20 pemain cadangan di liga lokal. Ini masalah besar,” ungkapnya.

Pengalaman ini menunjukkan bahwa dominasi pemain asing, tanpa kontrol dan pembinaan lokal yang kuat, bisa menjadi bumerang. Indonesia perlu berhati-hati agar tak mengalami hal serupa.


Apakah Pemain Lokal Akan Hengkang ke Luar Negeri?

Dengan terbatasnya peluang tampil di Super League, pemain lokal bisa terdorong untuk mencari pengalaman ke luar negeri. Namun, Akmal Marhali mengingatkan bahwa Indonesia belum memiliki ekosistem ekspor pemain yang kuat seperti Jepang atau Brasil.

“Bermain di ASEAN saja kita masih sulit. Kita belum punya sistem yang mendukung pemain lokal berkembang dan dijual ke luar,” tegasnya.

Di sisi lain, Andritany menegaskan bahwa para pemain lokal siap bersaing. Namun, ia menekankan perlunya menciptakan ekosistem kompetitif yang adil. Ia juga menyerukan agar pembangunan infrastruktur dan pembinaan usia muda lebih diperhatikan.

“Jumlah pemain asing tidak masalah. Yang penting bagaimana menjamin pemain lokal tetap dapat menit bermain,” ujarnya.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
asia9sports

Most Popular

Recent Comments