Laga antara Timnas Australia dan Timnas Indonesia dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada Maret 2025 diprediksi menjadi duel yang sangat menarik. Media Australia, Roar, mengkritisi pertandingan ini sebagai pertarungan dua pelatih yang masih berada di level menengah. Tony Popovic, yang baru menangani Socceroos, berada dalam tekanan besar karena performa buruk timnya. Sementara itu, Patrick Kluivert di kubu Indonesia juga masih harus membuktikan kualitasnya sebagai pelatih kepala.
Kedua tim berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Australia hanya unggul satu poin dari pesaingnya di grup, termasuk Indonesia, China, Arab Saudi, dan Bahrain. Sementara itu, Indonesia berambisi melangkah lebih jauh dengan skuad yang diperkuat oleh sejumlah pemain naturalisasi. Laga ini menjadi momen penentu bagi kedua pelatih dalam membuktikan bahwa mereka layak menangani tim nasional masing-masing.
Australia Terpuruk dalam Kampanye Kualifikasi
Australia mengalami salah satu fase kualifikasi terburuk dalam sejarah mereka. Dari empat pertandingan yang telah dimainkan, mereka hanya meraih satu kemenangan saat menghadapi China dengan skor 3-1. Sisanya, tiga pertandingan berakhir dengan hasil imbang melawan Arab Saudi, Bahrain, dan satu laga lainnya.
Meskipun secara statistik mereka belum terkalahkan, ketidakefektifan lini serang menjadi masalah utama yang berulang kali disorot. Pemain-pemain yang diharapkan bisa tampil dominan justru kesulitan menembus pertahanan lawan. Strategi yang diterapkan oleh Popovic juga dianggap terlalu monoton, sehingga tidak mampu memberikan hasil yang optimal.
Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Australia akan gagal melangkah ke putaran selanjutnya. Socceroos harus segera bangkit untuk menjaga peluang mereka tetap hidup dalam persaingan menuju Piala Dunia 2026.
Popovic dan Keputusan Pemilihan Pemain yang Kontroversial
Salah satu faktor yang memperburuk situasi Australia adalah keputusan kontroversial Popovic dalam memilih pemain. Beberapa nama yang tengah bersinar di liga domestik dan luar negeri justru tidak dipanggil ke skuad. Pemain seperti Mohamed Toure, Jack Iredale, Max Balard, Anthony Kalik, Deni Juric, dan Nestory Irankunda tidak masuk dalam daftar.
Sebaliknya, beberapa pemain yang sedang mengalami penurunan performa seperti Kusini Yengi, Dan Arzani, Nishan Velupillay, dan Brandon Borrello tetap dipercaya untuk memperkuat tim. Hal ini menimbulkan banyak perdebatan di kalangan suporter, yang merasa Popovic gagal memahami kebutuhan tim saat ini.
Lebih parahnya, Popovic juga tidak banyak memanfaatkan talenta-talenta muda Australia yang baru saja membawa Young Socceroos menjuarai Piala Asia U-20 AFC 2025. Keengganannya untuk melakukan perubahan signifikan dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan kariernya sebagai pelatih kepala.
Patrick Kluivert dan Ujian Besar di Timnas Indonesia
Di kubu seberang, Patrick Kluivert juga menghadapi tantangan berat dalam membangun Timnas Indonesia. Sebagai mantan pemain dengan karier gemilang, rekam jejaknya sebagai pelatih masih jauh dari kata sukses. Ia pernah menjadi asisten Louis van Gaal di Piala Dunia 2014, tetapi sebagai pelatih utama, catatannya tidak terlalu mengesankan.
Salah satu kegagalannya terjadi saat menangani Curaçao pada periode 2015-2016. Tim asuhannya gagal melangkah ke Piala Dunia 2018 setelah dikalahkan oleh El Salvador. Kemudian, pada tahun 2019, ia kembali mengalami kegagalan ketika dipercaya menangani Kamerun bersama Clarence Seedorf di Piala Afrika. Kamerun hanya meraih satu kemenangan dan tersingkir di babak 16 besar setelah kalah dari Nigeria, yang berujung pada pemecatan Kluivert dan seluruh staf pelatih.
Kini, Kluivert dihadapkan pada tugas besar dalam membawa Indonesia bersaing di level yang lebih tinggi. Dengan kedatangan sejumlah pemain naturalisasi, harapan suporter semakin besar, dan ekspektasi terhadap dirinya pun meningkat tajam.
Tekanan Besar dari Suporter Indonesia
Berbeda dengan Australia yang masih dalam tahap berkembang dalam dunia sepak bola, Indonesia memiliki basis suporter yang sangat fanatik. Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, ekspektasi terhadap tim nasional sangat tinggi. Setiap hasil pertandingan selalu menjadi sorotan, dan kritik tajam sering kali dilontarkan jika performa tim tidak sesuai harapan.
Dengan tambahan pemain naturalisasi seperti Jay Idzes dan Ragnar Oratmangoen, seharusnya Indonesia bisa lebih kompetitif di laga ini. Namun, jika strategi yang diterapkan Kluivert tidak berjalan dengan baik, ia bisa menghadapi tekanan besar dari para pendukung.
Laga melawan Australia bukan hanya sekadar pertandingan biasa. Ini menjadi ujian sejauh mana Kluivert bisa mengelola timnya. Jika gagal meraih hasil positif, posisinya sebagai pelatih bisa berada dalam ancaman.
Nasib Dua Pelatih di Ujung Tanduk
Pertandingan antara Australia dan Indonesia bukan hanya tentang perebutan poin, tetapi juga tentang masa depan kedua pelatih. Tony Popovic berada dalam tekanan karena performa Australia yang mengecewakan, sementara Patrick Kluivert harus membuktikan bahwa dirinya mampu membawa Indonesia ke level yang lebih tinggi.
Jika Australia gagal meraih kemenangan, posisi Popovic bisa semakin goyah. Socceroos, yang selama ini menjadi tim kuat di Asia, akan semakin tertinggal jika tidak segera melakukan perubahan. Sementara itu, bagi Indonesia, kekalahan bisa menjadi pukulan besar bagi proyek besar naturalisasi yang sedang dijalankan.
Duel ini menjadi pertaruhan besar bagi kedua tim. Jika salah satu dari mereka gagal, bukan tidak mungkin akan ada perubahan di kursi kepelatihan. Laga ini bisa menjadi titik balik atau justru awal dari kehancuran bagi salah satu dari mereka.