Siapa Sangka, Pelatih Legendaris PSIS Jualan Bakso – Sartono Anwar yang pastinya akan sulit dilupakan oleh publik PSIS Semarang karena berhasil memberikan gelar pertama kalinya bagi Mahesa Jenar di pentas sepak bola Indonesia. Kini, Sartono selaku pelatih legendaris PSIS jualan bakso untuk menyambung hidupnya.
Sartono membawa PSIS untuk meraih gelar juara pada kompetisi perserikatan di tahun 1987 dengan mengalahkan Persebaya Surabaya seagai bukti sentuhan magis sang pelatih.
Gelar tersebut sekaligus juga menjadi gelar pertama sepanjang sejarah klub. Predikat profesor akhirnya melekat pada Sartono selaku juru taktik andal.
Filosofi permainan, gaya melatih, hingga taktik jitunya menjadikan Sartono Anwar dikenal sebagai pelatih legendaris.
Selain berhasil membawa PSIS, Sartono juga tercatat pernah melatih Assyabaab Salim Grup, Petrokimia Putra, Arseto Solo, Persibo Bojonegoro hingga Persisam Samarinda.
Setelah tak lagi menjadi pelatih klub profesional, Sartono lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menularkan ilmu kepada anak-anak.
Dirinya menjadi pelatih sepak bola (SSB) miliknya yaitu Tugu Muda. Namun, sangat disayangkan ketika pandemc Covid-19 memaksa aktivitas di SSB Tugu Muda harus vakum.
Kebutuhan hidup yang terus mendesak akhirnya membuat suatu keputusan bagi Sartono Anwar untuk membuka warung bakso.
Ia banting setir dengan berjualan bakso di kota Semarang. Warung baksonya dinamai dengan ‘Barokah’ yang berada di kompleks Stadion Diponegoro Semarang.
Usaha kuliner ini sudah dirintisnya sejak bulan Juni 2021 lalu. Predikatnya sebagai pelatih legendaris PSIS hingga ayah dari Nova Arianto (assisten Pelatih Timnas Indonesia), tidak membuatnya gengi atau bahkan malu menekuni bisnis kuliner saat ini.
Usia Sartono Anwar yang sudah menginjak 75 tahun memiliki tekad yang kuat untuk mencari nafkah.
Ia tak patah semangat meski di tengah pandemi berkepanjangan saat ini. Meski terlihat miris pelatih legendaris PSIS jualan bakso namun Sartono menjalaninya dengan bahagia.
Usaha bakso ini bermula dari istrinya yang mengikuti kesempatan UMKM, khususnya cara pembuatan bakso.
Untuk itulah, ilmu yang didapatkan bisa diwujudkan dengan membuka warung. Usaha kuliner bakso yang dirintis sekarang ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2008.
Sartono pernah berjualan bakso di rumahnya saat masih tinggal di Pondok Indah, Jakarta.
“Kemudian sempat belajar membuat bakso Malang bersama istri. Sampai akhirnya kali ini berakhir membuka sendiri,” ungkap Sartono.
Pilihan karir pelatih legendaris PSIS jualan bakso tentu membuat sorotan beberapa orang. Seharusnya di masa tua seperti ini Sartono sudah menikmati masa tuanya dengan nyaman.
Motivasi Pelatih Legendaris PSIS Jualan Bakso
Ketika awal membuka usaha, wilayah kota Semarang masih dalam suasana PPKM, sehingga pengunjung sangat dibatasi.
Namun setelah aturan tersebut dilonggarkan maka warung bakso milik Sartono perlahan mulai ramai pengunjung.
“Jenis bakso Malang. Daging baksonya ya empuk, kuahnya juga segar,” ucap Budi Cahyono.
Mengingat kembali sebelum pelatih legendaris PSIS jualan bakso ia dikenal sebagai pelatih yang penuh karakter. Ia dikenal dengan julukan profesor.
“Sewatu bermain, saya sering dilatih banyak pelatih senior. Kalau secara strata pendidikan, saya ibaratkan beliau ini sudah levelnya profesor, bukan hanya guru atau dosen lagi,” ucap Ahmad Muhariah.
“Sampai sekarang beliau masih aktif membina anak-anak di akademi dan tetap bergelut dengan sepak bola. Termasuk pelatih yang saya anggap paling komplet segalanya,” jelas Muhariah menambahkan.
Keputusan berjualan bakso ini berawal dari motivasi Sartono yang memiliki keinginan untuk terus membiayai keluarganya meski dengan usianya yang saat ini sudah lanjut.
Disamping itu, tak lupa juga Sartono tetap aktif dalam karir di bidang yang sudah ia kuasai selama bertahun-tahun.
Jika pelatih legendaris PSIS jualan bakso karena kebutuhan hidup, maka seharusnya nasib pensiunan para pelatih sepak bola lebih diperhatikan lagi.
Apalagi setingkat Sunarto yang sempat menjadi legendaris untuk PSIS, sudah seharusnya ia mendapatkan jaminan di masa tua atas prestasi yang pernah ia berikan.
Mengingat jika PSIS Semarang hingga kini terkenal sebagai salah satu klub top Indonesia maka sudah seharusnya jika jasa Sunarto ini terus diingat.
Meski saat ini ia mencari nafkah dengan berjaualan bakso, namun semangatnya dalam bidang sepak bola tetap hidup.
Melihat pelatih legendaris PSIS jualan bakso banyak yang tidak menyangka bahwa sosok Sunarto memiliki peran penting bahkan dijuluki Profesor di PSIS Semarang.