Pertandingan leg kedua semifinal Liga Champions 2024/2025 antara Inter Milan dan Barcelona menjadi salah satu laga paling epik sepanjang sejarah kompetisi ini. Laga yang digelar di Giuseppe Meazza pada Rabu (7/5) dini hari WIB ini menghasilkan tujuh gol dramatis. Inter Milan akhirnya keluar sebagai pemenang dengan skor 4-3 setelah babak tambahan waktu. Kemenangan ini juga membawa mereka lolos ke final dengan agregat 7-6.
Pertarungan ini bukan sekadar soal gol dan statistik. Ada begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik dari duel dua tim beda generasi ini. Berikut lima pelajaran penting yang tercermin dari laga penuh drama tersebut.
Babak Pertama dan Kedua Menampilkan Dua Wajah Berbeda
Salah satu hal paling menarik dari pertandingan ini adalah bagaimana dominasi permainan berubah dari satu babak ke babak lainnya. Di babak pertama, Inter Milan menunjukkan kontrol yang rapi meski mereka kalah dalam penguasaan bola. Dengan permainan efektif dan tajam, mereka sukses mencetak dua gol yang membuat stadion bergemuruh.
Namun, situasi berubah drastis di babak kedua. Barcelona, yang diasuh oleh Hansi Flick, tampil menyerang tanpa henti. Mereka mampu mencetak tiga gol lewat 10 tembakan, tujuh di antaranya mengarah tepat ke gawang. Ini menunjukkan betapa fleksibelnya Barcelona dalam merespons tekanan.
Sayangnya, di laga seperti ini, detail kecil bisa menjadi penentu. Salah satunya adalah pergerakan mengejutkan Francesco Acerbi yang tiba-tiba menusuk ke kotak penalti dan mencetak gol penyama 3-3 di menit ke-90+3. Kejadian itu menjadi titik balik kemenangan Inter.
Peran VAR: Ketegasan Teknologi yang Tentukan Arah Laga
Dalam pertandingan dengan tensi tinggi, keputusan wasit sangat menentukan. Di laga ini, Szymon Marciniak tampil sebagai pengadil lapangan dengan dibantu teknologi VAR yang sangat krusial. Keputusan-keputusan yang melibatkan VAR menjadi sorotan penting.
Pada menit ke-42, Lautaro Martinez dijatuhkan oleh Pau Cubarsi di dalam kotak penalti. Setelah memeriksa layar VAR, wasit memutuskan untuk memberikan penalti kepada Inter. Ini menjadi momen penting karena mengubah dinamika pertandingan.
Namun, di babak kedua, giliran Barcelona yang berharap pada VAR. Pelanggaran yang dilakukan Henrikh Mkhitaryan kepada Lamine Yamal awalnya dianggap terjadi di kotak terlarang. Tapi setelah peninjauan ulang, wasit menganulir penalti tersebut karena pelanggaran terjadi di luar kotak.
Dua keputusan ini menjadi pembeda yang sangat signifikan dan menunjukkan bahwa teknologi VAR mampu menjadi penentu arah laga di momen kritis.
Lamine Yamal: Talenta Muda yang Belum Beruntung
Nama Lamine Yamal menjadi sorotan dalam laga ini. Pemain berusia 17 tahun itu menampilkan permainan yang luar biasa, meskipun hasil akhir tidak berpihak padanya. Yamal tampak percaya diri menghadapi tekanan besar di laga sebesar semifinal Liga Champions.
Ia mencatat 125 sentuhan bola, melepas sembilan tembakan, dan memenangkan 14 duel satu lawan satu. Namun, semua usahanya tidak membuahkan hasil. Dua peluang emas di babak tambahan waktu digagalkan oleh aksi heroik Yann Sommer.
Ini menjadi bukti bahwa dalam sepak bola, selain skill dan kerja keras, keberuntungan juga memegang peran penting. Yamal sudah memberikan segalanya, tetapi nasib belum berpihak pada Barcelona malam itu.
Pengalaman Serdadu Tua Inter Milan Berbicara Banyak
Inter Milan membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk tampil maksimal di level tertinggi. Skuad asuhan Simone Inzaghi ini rata-rata berusia 29,5 tahun. Beberapa pemain kunci bahkan sudah berusia di atas 35 tahun. Salah satunya adalah Francesco Acerbi yang mencetak gol penting di masa injury time.
Yann Sommer, kiper berusia 36 tahun, juga tampil luar biasa dengan beberapa penyelamatan krusial, termasuk di babak tambahan. Ini menunjukkan bahwa pengalaman dan ketenangan bermain peran penting saat tensi pertandingan memuncak.
Sementara itu, Barcelona menurunkan banyak pemain muda seperti Pau Cubarsi (18 tahun) dan Lamine Yamal (17 tahun). Mereka tampil berani, tapi dalam laga yang membutuhkan determinasi dan kontrol penuh, para veteran Inter mampu membimbing tim dengan ketenangan luar biasa.
Daya Juang dan Pengorbanan Jadi Kunci Kemenangan
Pertandingan ini tak hanya tentang strategi, tetapi juga soal daya juang dan pengorbanan pemain di atas lapangan. Inter Milan tertinggal 2-3 hingga menit ke-90, namun semangat juang mereka tidak padam. Mereka terus berusaha dan akhirnya berhasil menyamakan kedudukan pada menit akhir babak kedua.
Khususnya Lautaro Martinez dan Robert Lewandowski. Keduanya tampil meski tidak dalam kondisi 100 persen. Mereka tetap memberikan kontribusi maksimal demi tim. Lautaro bahkan mencetak gol penentu di babak tambahan, memperlihatkan komitmen dan semangat juang luar biasa.
Duel ini juga menjadi bukti bahwa pertandingan besar bukan hanya dimenangkan oleh taktik. Tapi juga oleh mentalitas, kerja keras, dan keinginan untuk menang yang tak pernah padam.