Manchester United kembali terpuruk pada pekan ke-18 Premier League 2024/2025. Bertandang ke markas Wolverhampton, Setan Merah harus menerima kekalahan 0-2 pada Jumat (27/12) dini hari WIB. Kekalahan ini menjadi yang ketiga secara beruntun bagi skuad asuhan Ruben Amorim, menambah tekanan di tengah performa buruk yang belum kunjung membaik.
Sebelum dipermalukan oleh Wolves, Manchester United juga takluk 0-3 dari Bournemouth. Sementara itu, di ajang Carabao Cup, mereka tersingkir oleh Tottenham setelah kalah dramatis dengan skor 3-4. Rentetan hasil buruk ini tentu menjadi sorotan besar, mengingat Ruben Amorim tiba di Old Trafford dengan reputasi gemilang dari Sporting CP.
Dalam 10 laga awal di bawah komando Amorim, Manchester United hanya mencatatkan lima kemenangan, sementara lima lainnya berujung kekalahan. Statistik ini jauh dari harapan, terutama bagi pendukung klub yang mendambakan kebangkitan usai musim yang mengecewakan. Berikut adalah lima alasan utama yang diyakini menjadi penyebab keterpurukan Setan Merah di bawah Ruben Amorim.
1. Lini Belakang yang Rapuh
Salah satu masalah utama Manchester United musim ini adalah kelemahan di lini belakang. Dalam 10 pertandingan pertama bersama Ruben Amorim, mereka hanya mampu mencatatkan satu kali nirbobol. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertahanan MU berada dalam krisis yang serius.
Total 19 gol telah bersarang di gawang Andre Onana selama periode tersebut, dengan rata-rata hampir dua gol per pertandingan. Bahkan, dalam tiga laga terakhir saja, mereka kebobolan delapan gol. Catatan ini sangat mengkhawatirkan dan menunjukkan buruknya koordinasi di lini belakang.
Meski demikian, menyalahkan Andre Onana sepenuhnya bukanlah solusi. Masalah ini lebih kompleks dan melibatkan sistem pertahanan secara keseluruhan. Kombinasi antara kesalahan individu dan lemahnya organisasi menjadi faktor utama yang perlu segera diperbaiki Amorim.
2. Antisipasi Bola Mati yang Buruk
Manchester United tampaknya belum belajar dari kesalahan mereka dalam mengantisipasi bola mati. Dalam tiga pertandingan terakhir, mereka selalu kebobolan melalui situasi ini, terutama dari sepak sudut dan tendangan bebas.
Sebagai contoh, saat menghadapi Tottenham di Carabao Cup, MU kebobolan dua gol melalui sepak sudut. Hal yang sama kembali terjadi saat melawan Wolves, di mana salah satu gol lawan berasal dari gol olimpik. Pola ini menjadi celah yang terus dimanfaatkan oleh tim-tim lawan.
Secara khusus, antisipasi terhadap sepak sudut harus menjadi prioritas untuk diperbaiki. Koordinasi di lini belakang ketika menghadapi situasi bola mati terlihat sangat lemah. Ruben Amorim perlu segera menemukan solusi untuk memperkuat pertahanan mereka dalam situasi ini.
3. Ketidakstabilan Lini Depan
Selain masalah di lini belakang, lini serang Manchester United juga belum menunjukkan performa yang memuaskan. Dalam dua pertandingan terakhir, Setan Merah gagal mencetak gol sama sekali. Situasi ini jelas mengkhawatirkan, mengingat mereka memiliki beberapa pemain berbakat di lini depan.
Rasmus Højlund dan Joshua Zirkzee sering menjadi andalan Amorim di lini serang. Namun, keduanya masih kesulitan menunjukkan konsistensi dalam mencetak gol. Begitu pula dengan pemain muda seperti Amad Diallo dan Alejandro Garnacho, yang tampil inkonsisten.
Sementara itu, situasi semakin rumit dengan absennya Marcus Rashford dari tim utama. Hubungan yang memburuk antara Rashford dan Amorim membuat pemain berusia 27 tahun itu tidak dimainkan dalam empat laga terakhir. Kehilangan pemain dengan kemampuan Rashford tentu menjadi kerugian besar bagi tim.
4. Radikalisme Taktik Ruben Amorim
Ruben Amorim membawa perubahan besar di Manchester United dengan memperkenalkan formasi tiga bek sejajar. Formasi ini sebelumnya sukses ia gunakan bersama Sporting CP, namun penerapannya di MU belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Masalah utamanya adalah ketidakcocokan antara formasi ini dan karakteristik pemain yang tersedia di skuad MU. Para pemain tampaknya masih beradaptasi dengan sistem baru ini. Pada era Erik ten Hag maupun Ole Gunnar Solskjaer, mereka lebih terbiasa bermain dengan formasi empat bek.
Kurangnya pemahaman terhadap formasi tiga bek sering membuat lini belakang MU mudah dieksploitasi lawan. Selain itu, transisi dari bertahan ke menyerang juga belum berjalan lancar. Amorim perlu waktu untuk memastikan pemain-pemainnya mampu beradaptasi dengan sistem ini.
5. Eksperimen Tanpa Henti
Salah satu kritik terbesar terhadap Ruben Amorim adalah kebiasaannya melakukan eksperimen tanpa henti. Dalam beberapa pertandingan terakhir, ia sering mengubah komposisi starting XI dan mencoba pemain di posisi yang tidak biasa.
Amad Diallo, misalnya, awalnya dimainkan sebagai wingback dan terlihat cukup nyaman di posisi tersebut. Namun, dalam laga melawan Wolves, ia justru ditempatkan sebagai gelandang serang, yang membuatnya kurang efektif. Hal serupa juga terjadi pada Noussair Mazraoui, yang dimainkan di berbagai posisi berbeda, termasuk sebagai bek tengah dan wingback kanan.
Eksperimen ini mungkin dimaksudkan untuk mencari solusi, tetapi hasilnya justru memperburuk situasi. Para pemain terlihat kebingungan dengan peran yang diberikan, dan performa tim secara keseluruhan menjadi tidak stabil.