Timnas Indonesia kembali gagal memetik hasil maksimal setelah kalah 2-3 dari Timnas Arab Saudi dalam laga perdana Grup B putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, Kamis (9/10/2025) dini hari WIB. Hasil ini menjadi sinyal bahwa sektor tengah skuad Garuda masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.
Kekalahan tersebut terasa menyakitkan karena Indonesia sempat unggul terlebih dahulu melalui dua gol penalti Kevin Diks. Namun, lemahnya koordinasi dan ketidakstabilan di lini tengah membuat Arab Saudi berhasil membalikkan keadaan. Pelatih Patrick Kluivert yang menurunkan formasi 4-2-3-1 dengan Marc Klok dan Joey Pelupessy di sektor tengah tampak belum menemukan keseimbangan ideal antara bertahan dan menyerang.
Alih-alih memperkuat transisi, duet ini justru gagal mengontrol tempo permainan. Aliran bola macet, dan pertahanan sering kali terbuka lebar setiap kali Arab Saudi melakukan serangan balik. Padahal, laga ini merupakan kesempatan penting untuk menunjukkan kematangan strategi menjelang fase lanjutan kualifikasi.
Dua gol penalti dari Diks memang menjadi penyelamat agar skor tidak terlalu jauh, tetapi itu tidak menutupi fakta bahwa kelemahan di lini tengah menjadi penyebab utama kekalahan. Inilah yang membuat publik kembali mempertanyakan apakah eksperimen taktik Kluivert benar-benar sesuai dengan karakter permainan Timnas Indonesia.
Lini Tengah Kehilangan Koneksi dan Kreativitas
Duet Marc Klok dan Joey Pelupessy terlihat tidak mampu menjalankan peran ganda sebagai penjaga keseimbangan sekaligus penggerak serangan. Keduanya sama-sama memiliki gaya bermain defensif, sehingga serangan Indonesia kerap mentok di area tengah. Hal ini membuat pemain sayap seperti Miliano Jonathans dan Beckham Putra tidak mendapat suplai bola yang cukup.
Situasi makin rumit ketika Arab Saudi berhasil membalikkan momentum melalui gol Saleh Abu Al Shamat di menit ke-17. Gol itu bermula dari clearance buruk Klok yang justru mengarah ke kaki lawan. Kesalahan ini mengingatkan publik pada performa buruk Klok saat Indonesia kalah 1-5 dari Irak pada November 2023, di mana ia juga membuat dua kesalahan fatal yang berujung gol.
Kluivert tampaknya masih mencari kombinasi terbaik di lini tengah. Namun, memaksakan dua pemain dengan karakter serupa dalam sistem double pivot justru memperburuk keadaan. Tidak ada gelandang yang mampu mendistribusikan bola cepat ke lini depan, sehingga Indonesia kehilangan koneksi antara sektor tengah dan lini serang.
Ketika bola berhasil dikuasai, pergerakan lambat dan keputusan yang tidak tepat membuat peluang mencetak gol sulit tercipta. Arab Saudi memanfaatkan hal ini dengan menekan tinggi dan memotong aliran bola dari tengah. Hasilnya, Indonesia terus berada di bawah tekanan sepanjang babak kedua.
Dampak Taktik dan Hilangnya Struktur Permainan
Salah satu penyebab utama tidak stabilnya permainan Timnas Indonesia adalah perubahan struktur taktik dari formasi tiga bek ke empat bek. Sejak era Shin Tae-yong, Indonesia identik dengan pola 3-4-3 atau 3-5-2, yang memberikan keseimbangan antara bertahan dan menyerang. Formasi tersebut terbukti efektif dengan kombinasi Justin Hubner, Jay Idzes, dan Rizky Ridho yang solid di delapan laga sebelumnya.
Dalam sistem tiga bek, dua gelandang tengah memiliki kebebasan untuk bergantian naik membantu serangan tanpa takut kehilangan keseimbangan di belakang. Namun, formasi 4-2-3-1 yang digunakan Kluivert menuntut peran besar dari dua gelandang bertahan untuk menutup ruang dan mengatur tempo secara bersamaan — sesuatu yang jelas tidak berjalan baik di laga ini.
Kehilangan struktur ini terlihat dari jarak antar lini yang terlalu lebar. Saat serangan gagal, pemain belakang dipaksa menutup ruang tanpa dukungan gelandang, sementara serangan balik lawan dengan mudah memanfaatkan celah di tengah. Pola ini juga membuat lini depan kesulitan menekan dari area tengah karena minimnya dukungan bola dari belakang.
Evaluasi Penting Menuju Laga Berikutnya
Patrick Kluivert tampaknya ingin membawa gaya sepak bola menyerang yang lebih dinamis. Namun, tanpa keseimbangan di lini tengah, ambisi itu sulit terwujud. Kekalahan dari Arab Saudi menjadi pengingat bahwa strategi ofensif hanya akan efektif jika didukung stabilitas di pusat permainan.
Indonesia masih memiliki waktu untuk berbenah sebelum menghadapi lawan-lawan berat seperti Jepang dan Australia. Kluivert perlu mengevaluasi kembali peran Klok dan Pelupessy, serta mempertimbangkan opsi lain seperti Thom Haye atau Ivar Jenner yang lebih kreatif dalam membangun serangan.
Selain itu, kembalinya formasi tiga bek bisa menjadi solusi sementara untuk menstabilkan permainan. Sistem itu telah terbukti memberikan keseimbangan antara pertahanan dan serangan, serta memungkinkan para gelandang bekerja lebih efisien.