Patrick Kluivert mencoba menerapkan strategi ofensif saat Timnas Indonesia menghadapi Australia dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Sayangnya, pendekatan tersebut justru berujung petaka. Skuad Garuda dihancurkan dengan skor telak 1-5, menandai kekalahan yang menyakitkan bagi para pendukung.
Timnas Indonesia menghadapi Australia pada Kamis (20/3) petang WIB di Stadion Sydney. Meski tampil dengan semangat tinggi, permainan Indonesia justru berantakan setelah menit ke-16. Strategi menyerang yang coba diterapkan Kluivert gagal total. Lini pertahanan yang rapuh menjadi celah yang mudah dimanfaatkan Australia untuk mencetak gol dengan mudah.
Lima gol bersarang ke gawang Indonesia, dua di antaranya berasal dari situasi sepak pojok. Hal ini semakin menegaskan bahwa strategi menyerang tanpa keseimbangan di lini belakang merupakan keputusan berisiko yang berujung buruk bagi Timnas Indonesia.
Awal Pertandingan yang Menjanjikan
Harus diakui, Indonesia memulai pertandingan dengan baik. Pada 15 menit awal, permainan terlihat menjanjikan. Timnas Indonesia mampu menguasai bola dan menekan pertahanan Australia dengan agresivitas yang tinggi. Beberapa peluang sempat tercipta, bahkan sempat membuat lini belakang Australia sedikit kerepotan.
Namun, momentum positif itu mulai memudar setelah Kevin Diks gagal mengeksekusi penalti pada menit ke-16. Kegagalan tersebut tampaknya langsung mengganggu mental para pemain Indonesia. Dua menit berselang, Australia mendapatkan hadiah penalti dan sukses mengeksekusinya, mengubah kedudukan menjadi 1-0.
Situasi semakin memburuk saat Australia mencetak gol kedua hanya dua menit setelahnya. Skor 2-0 di menit ke-20 membuat kepercayaan diri skuad Garuda semakin tergerus. Sebelum babak pertama berakhir, Australia kembali menambah gol di menit ke-34. Tiga gol dalam rentang waktu kurang dari 20 menit menjadi pukulan telak bagi tim asuhan Kluivert.
Transisi Bertahan yang Buruk, Dimanfaatkan Australia
Salah satu kelemahan terbesar dalam laga tersebut adalah buruknya transisi bertahan Indonesia. Taktik menyerang yang diterapkan Kluivert memang membuat Timnas Indonesia lebih dominan dalam penguasaan bola. Statistik mencatat Indonesia menguasai 61% penguasaan bola, dengan total 520 operan dan 11 percobaan tembakan.
Namun, dominasi tersebut tidak berarti banyak jika lini pertahanan rentan terhadap serangan balik. Setiap kali kehilangan bola, para pemain Indonesia tampak kesulitan untuk kembali ke posisi bertahan. Situasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh Australia. Gol kedua dan ketiga Australia menunjukkan bahwa lini pertahanan Indonesia tidak siap dalam mengantisipasi serangan balik lawan.
Koordinasi antarbek tengah juga sangat buruk. Beberapa kali terjadi kesalahan komunikasi yang berujung pada peluang emas bagi Australia. Bahkan, lini tengah yang seharusnya menjadi filter pertama dalam bertahan tidak mampu menutup celah dengan baik. Kombinasi antara tekanan tinggi dari Australia dan lemahnya transisi bertahan membuat Indonesia harus membayar mahal dengan kebobolan gol-gol mudah.
Kesalahan dalam Komposisi Pemain
Selain strategi menyerang yang berisiko, pemilihan susunan pemain juga menjadi faktor yang berkontribusi pada kekalahan ini. Kluivert memilih untuk memainkan tiga bek tengah, yakni Jay Idzes, Calvin Verdonk, dan Mees Hilgers. Sayangnya, kombinasi ini kurang solid dan tidak memiliki chemistry yang cukup.
Verdonk yang biasanya beroperasi sebagai wing-back kiri ditempatkan sebagai bek tengah, keputusan yang tampaknya kurang tepat. Ia beberapa kali terlihat kesulitan dalam mengantisipasi pergerakan lawan. Mees Hilgers juga tidak dalam performa terbaiknya, sementara Jay Idzes yang biasanya tampil tenang tampak kerepotan mengatur koordinasi di lini belakang.
Perubahan yang dilakukan Kluivert di babak kedua juga tidak memberikan dampak signifikan. Pergantian pemain seperti masuknya Sandy Walsh yang kemudian harus ditarik keluar karena cedera, semakin memperburuk kondisi tim. Kesalahan dalam pemilihan susunan pemain serta kurangnya adaptasi dalam pertandingan membuat strategi Kluivert menjadi bumerang bagi timnya sendiri.
PR Besar untuk Laga Selanjutnya
Kekalahan telak dari Australia ini seakan menjadi tamparan keras bagi Timnas Indonesia. Meskipun saat ini tim sudah diperkuat banyak pemain berkualitas, hasil pertandingan menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak aspek yang perlu diperbaiki.
Salah satu hal yang harus dievaluasi adalah keseimbangan antara menyerang dan bertahan. Taktik ofensif memang penting, tetapi tanpa pertahanan yang kokoh, permainan menyerang bisa menjadi bumerang. Apalagi Indonesia harus menghadapi lawan-lawan yang levelnya lebih tinggi di ajang internasional.
Perlu dicatat juga bahwa dalam klasemen Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, Indonesia merupakan tim dengan peringkat FIFA terendah dibandingkan peserta lainnya. Oleh karena itu, bermain dengan strategi yang terlalu agresif tanpa pertahanan yang kuat bisa menjadi kesalahan fatal.
Selanjutnya, Indonesia akan menghadapi Bahrain dalam matchday 8 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Laga ini akan menjadi penentu bagi peluang Indonesia dalam menjaga asa lolos ke babak berikutnya. Kini, tantangan bagi Kluivert adalah apakah ia akan tetap menerapkan gaya bermain ofensif atau kembali ke pendekatan yang lebih pragmatis guna meraih hasil maksimal.