PSSI akhirnya resmi mengakhiri kerja sama panjang dengan cukup singkat bersama Patrick Kluivert pada Kamis (16/10/2025), hanya delapan pertandingan setelah pelatih asal Belanda itu dipercaya menahkodai Timnas Indonesia.
Keputusan ini diambil melalui mekanisme mutual termination, atau pemutusan kontrak atas kesepakatan bersama. Meski demikian, sulit menampik bahwa performa di lapangan menjadi alasan utama berakhirnya era singkat Kluivert di skuad Garuda.
Langkah ini juga mencakup seluruh staf pelatih di bawah kendali Kluivert. Artinya, jajaran yang sebelumnya menangani Timnas Indonesia di level senior, U-23, dan U-20 turut dilepas dari jabatannya.
Dari Euforia ke Realita
Ketika diperkenalkan pada Januari 2025, Kluivert datang membawa reputasi besar. Sebagai mantan pemain Ajax, Barcelona, dan tim nasional Belanda, ia dianggap mampu menghadirkan napas baru dalam permainan Timnas Indonesia. Pendekatan modern, gaya menyerang agresif, dan disiplin tinggi menjadi janji utamanya.
Namun, perjalanan tidak berjalan sesuai harapan. Dalam delapan laga, Indonesia hanya mampu meraih tiga kemenangan, satu imbang, dan empat kekalahan. Dua kemenangan tipis atas Bahrain (1-0) dan China (1-0) sempat membangkitkan optimisme. Begitu pula kemenangan telak 6-0 atas Chinese Taipei yang sempat memberi sinyal positif.
Sayangnya, momentum itu tak bertahan lama. Setelah hasil imbang tanpa gol melawan Lebanon, performa Garuda menurun drastis. Karena itu, publik mulai mempertanyakan efektivitas strategi yang diterapkan sang pelatih.
Kualifikasi Piala Dunia: Titik Balik yang Menyakitkan
Kegagalan terbesar terjadi di babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Indonesia kalah 2-3 dari Arab Saudi dan 0-1 dari Irak. Dua kekalahan beruntun itu menutup peluang untuk melangkah lebih jauh.
Yang paling disorot adalah tumpulnya lini depan. Dua gol Indonesia melawan Arab Saudi bahkan hanya berasal dari titik putih, bukan hasil permainan terbuka. Dalam wawancara dengan Reuters, Kluivert mengaku frustrasi karena timnya tidak mampu mengonversi peluang menjadi gol.
Selain itu, ketika menghadapi lawan tangguh seperti Jepang dan Australia, perbedaan kualitas terlihat jelas. Kekalahan 0-6 di Tokyo dan 1-5 di Sydney menunjukkan sistem 4-3-3 andalannya belum berjalan efektif. Pertahanan mudah ditembus, sementara lini tengah gagal menjaga tempo permainan.
Oleh sebab itu, banyak pengamat menilai fase kualifikasi tersebut menjadi titik balik yang menentukan berakhirnya masa tugas Kluivert.
Hilangnya Arah dan Identitas Permainan
Sepanjang masa kepemimpinannya, Kluivert kukuh dengan filosofi menyerang khas Eropa. Ia ingin Indonesia bermain dominan dan berani menekan sejak awal laga. Akan tetapi, tanpa adaptasi dan pemahaman yang baik terhadap karakter pemain Asia Tenggara, sistem tersebut justru membuat permainan kehilangan keseimbangan.
Pertahanan sering kali terlihat rapuh, terutama saat menghadapi tekanan tinggi. Indonesia memang tampil cukup solid di awal laga, tetapi kehilangan fokus begitu lawan meningkatkan tempo. Karena transisi dari menyerang ke bertahan berjalan lambat, Garuda kerap kebobolan melalui serangan balik cepat.
Selain itu, kreativitas di lini serang juga menjadi masalah serius. Minimnya variasi serangan membuat tim mudah terbaca lawan. Oleh karena itu, meskipun Indonesia mampu menguasai bola, peluang berbahaya jarang tercipta.
Ekspektasi dan Kenyataan
Ketika PSSI mendatangkan Kluivert, harapan publik melambung tinggi. Banyak yang percaya pengalaman internasionalnya akan membawa perubahan besar. Namun, hasil di lapangan membuktikan sebaliknya.
Kluivert memang sempat menekankan bahwa proyeknya membutuhkan waktu panjang dan kesabaran. Tetapi, dalam sepak bola modern, hasil tetap menjadi ukuran utama. Dengan delapan pertandingan tanpa progres signifikan, federasi akhirnya mengambil keputusan untuk mengakhiri kerja sama lebih awal.
Menariknya, media Vietnam turut menyoroti keputusan ini. Mereka menilai Kluivert tidak meninggalkan kesan mendalam selama menangani Timnas Indonesia. Meski membawa gaya latihan disiplin khas Eropa, hasil akhir tetap menjadi tolok ukur yang menentukan nasib seorang pelatih.
Langkah PSSI Setelah Kepergian Kluivert
Setelah pemutusan kerja sama ini, PSSI berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap arah pengembangan sepak bola nasional. Ketua Umum PSSI Erick Thohir bahkan menegaskan target baru: menembus peringkat 100 besar FIFA dan berjuang menuju Piala Dunia 2030.
Oleh karena itu, pemilihan pelatih baru akan menjadi langkah krusial. Kandidat pengganti disebut berasal dari kawasan Asia, dengan pengalaman dalam pembinaan pemain muda. Tujuannya jelas — menciptakan kesinambungan dan stabilitas jangka panjang bagi Timnas Indonesia.
Selain itu, federasi berkomitmen memperkuat sistem pembinaan usia dini agar fondasi tim nasional lebih kuat. Kesalahan dalam masa Kluivert diharapkan menjadi pelajaran penting untuk menentukan arah baru sepak bola tanah air.