Keputusan PSSI untuk mengakhiri kerja sama dengan Patrick Kluivert, Kamis (16/10/2025), menjadi akhir dari perjalanan singkat pelatih asal Belanda itu bersama Timnas Indonesia. Kekalahan 0-1 dari Irak di Jeddah menjadi laga terakhirnya di pinggir lapangan. Tak hanya Kluivert, seluruh staf kepelatihannya juga turut dilepas.
Langkah ini menandai berakhirnya proyek besar PSSI yang awalnya diharapkan bisa menghadirkan wajah baru bagi sepak bola Indonesia. Di bawah arahan Kluivert, Timnas sempat memperlihatkan peningkatan dalam penguasaan bola dan pola permainan. Namun, masalah utama justru muncul pada penyelesaian akhir yang tumpul. Karena itu, meski tim bermain lebih modern, hasil di papan skor tetap mengecewakan.
Fokus Baru: Mencari Sosok Pengganti yang Tepat
Kini, perhatian utama PSSI beralih ke satu hal penting — mencari pelatih baru yang mampu membenahi performa Garuda. Tugas itu tidak mudah, karena selain memperbaiki hasil di lapangan, pelatih baru juga harus memulihkan kepercayaan publik yang sempat goyah.
Salah satu nama yang paling sering disebut adalah Shin Tae-yong. Pelatih asal Korea Selatan ini dianggap kandidat paling realistis karena telah mengenal karakter pemain Indonesia dengan baik. Selain itu, Shin juga terbukti sukses membangun disiplin dan mental bertanding yang kuat. Karena pengalamannya bersama Timnas sebelumnya, ia bisa menjadi pilihan aman bagi PSSI.
Selain Shin, ada pula Alex Pastoor, pelatih asal Belanda yang pernah terlibat dalam struktur kepelatihan nasional. Ia dikenal memahami filosofi pemain diaspora — sesuatu yang sejalan dengan visi PSSI yang ingin memadukan potensi pemain dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, Pastoor dipandang cocok dengan arah pembangunan jangka panjang Garuda.
Tak berhenti di situ, Jesus Casas asal Spanyol juga masuk dalam daftar. Gaya kepelatihannya yang menekankan permainan ofensif dan manajemen tim yang disiplin membuatnya dianggap mampu membawa keseimbangan antara serangan dan pertahanan. Karena pendekatan taktisnya yang modern, Casas bisa menjadi pilihan ideal bagi Timnas yang ingin tetap tampil atraktif namun efisien.
Selain nama-nama dari luar negeri, Bojan Hodak, pelatih sukses di BRI Liga 1, turut disebut sebagai kandidat potensial. Hodak terbukti memahami kultur sepak bola Indonesia dan memiliki reputasi membentuk tim solid dengan sumber daya terbatas. Kehadirannya bisa memberikan warna baru, terutama jika PSSI ingin memilih sosok yang realistis secara finansial.
Sementara itu, Luis Milla juga kembali masuk dalam pembicaraan publik. Pengalaman pelatih asal Spanyol tersebut bersama Timnas Indonesia pada periode 2017–2018 masih meninggalkan kesan positif. Ia dikenal mampu memberikan sentuhan taktik modern dan membangun fondasi permainan menyerang yang efektif. Karena itu, banyak pihak menilai Milla layak diberi kesempatan kedua.
Tantangan Besar di Depan
Meski banyak nama beredar, tantangan utama bagi pelatih baru tetap sama: membangun sistem permainan menyerang yang variatif, efisien, dan menyatu antara pemain lokal serta diaspora. Lebih dari itu, pelatih berikutnya harus mampu mengembalikan karakter Timnas yang dikenal pantang menyerah di setiap laga.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, disebut akan memimpin langsung proses seleksi pelatih baru. Ia ingin memastikan sosok yang terpilih memiliki visi yang sejalan dengan rencana jangka panjang federasi. Selain faktor teknis, Erick juga akan mempertimbangkan aspek finansial, terutama karena PSSI tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan anggaran tim nasional.
Selain itu, waktu juga menjadi faktor penting. Karena dalam waktu dekat, Timnas Indonesia harus menghadapi agenda padat seperti FIFA Matchday November 2025, Piala AFF 2026, dan Piala Asia 2027. Oleh sebab itu, keputusan harus diambil dengan cepat namun tetap matang.
Arah Baru Sepak Bola Indonesia
Keputusan untuk berpisah dengan Patrick Kluivert sebenarnya menjadi momentum penting bagi PSSI. Ini bukan sekadar pergantian pelatih, melainkan penentuan arah baru sepak bola nasional. Pertanyaannya kini: apakah Indonesia akan tetap meneruskan gaya modern ala Eropa, atau justru kembali ke pendekatan khas Asia yang lebih adaptif dengan karakter pemain lokal?
Yang jelas, publik menanti langkah konkret dari federasi. Karena setelah era Kluivert yang berakhir lebih cepat dari harapan, Timnas Indonesia membutuhkan figur yang tidak hanya piawai dalam meramu strategi, tetapi juga mampu menyalakan kembali semangat juang para pemain.
Oleh karena itu, siapapun yang akhirnya dipercaya memimpin Garuda, harus memahami satu hal penting: menjadi pelatih Timnas Indonesia bukan hanya tentang meraih kemenangan, tetapi juga menjaga harapan jutaan pendukung yang selalu setia di belakang tim kesayangan mereka.