Friday, June 13, 2025
No menu items!
asia9QQ  width=
HomeLiga SpanyolPerjalanan Luka Modric: Dari Rekrutan Gagal Menjadi Legenda Abadi di Real Madrid

Perjalanan Luka Modric: Dari Rekrutan Gagal Menjadi Legenda Abadi di Real Madrid

Luka Modric di Real Madrid menjadi bukti bahwa kegigihan mampu mengalahkan keraguan. Ketika pertama kali tiba di Santiago Bernabeu, tidak banyak yang memprediksi bahwa ia akan menjelma menjadi salah satu gelandang terbaik sepanjang masa. Namun, lewat kerja keras dan ketekunan, Modric berhasil membalikkan prediksi kelam menjadi warisan abadi di panggung megah Real Madrid.

Awal Karier Modric Bersama Real Madrid yang Penuh Tekanan

Pada 27 Agustus 2012, Luka Modric resmi diperkenalkan sebagai pemain baru Real Madrid. Didatangkan dari Tottenham Hotspur dengan biaya transfer sebesar £30 juta atau sekitar Rp570 miliar, Modric hadir dengan segudang harapan. Sebelumnya, ia telah mencuri perhatian dunia berkat performa gemilangnya di Euro 2008 serta menjadi pilar penting yang membawa Tottenham kembali ke Liga Champions.

- Advertisement -
asia9QQ

Florentino Perez, sang presiden Real Madrid, dan pelatih saat itu, Jose Mourinho, menyambut Modric sebagai bagian penting dari proyek ambisius mereka. Mourinho memujinya sebagai pemain yang memiliki visi luar biasa, teknik mumpuni, kecerdasan dalam mengambil keputusan, serta kemampuan menekan lawan yang sangat baik. Semua pihak berharap Modric mampu langsung beradaptasi dan memberikan kontribusi signifikan di lini tengah Los Blancos.

Masa Sulit dan Awal yang Penuh Tantangan

Namun kenyataannya, debut Modric di Real Madrid jauh dari kata mulus. Musim pertamanya penuh tekanan dan kritik tajam. Meski berhasil membantu Madrid menjuarai Supercopa de Espana dengan menaklukkan Barcelona, performa tim secara keseluruhan di La Liga menurun drastis. Real Madrid hanya mampu mengumpulkan empat poin dari empat pertandingan awal dan mengakhiri musim dengan selisih 18 poin dari rival utama, Barcelona.

Adaptasi Modric pun berjalan lambat. Ia kesulitan menemukan ritme permainan karena datang terlambat tanpa menjalani pramusim dan sering diposisikan sebagai gelandang serang, yang bukan peran idealnya. Dibandingkan dengan Mesut Ozil yang saat itu tengah dalam performa puncak, kontribusi Modric tampak minim—baik dari sisi assist maupun gol.

Puncak kritik datang ketika media olahraga ternama Spanyol, Marca, mengadakan jajak pendapat mengenai pembelian terburuk musim itu di La Liga. Hasilnya mengejutkan, Modric menempati posisi teratas dengan 32 persen suara, mengalahkan pemain lain seperti Alex Song.

Dalam wawancaranya dengan media Kroasia, Modric mengakui tekanan berat yang ia alami. “Ini Real Madrid. Tekanannya luar biasa. Tapi saya percaya masih bisa membuktikan diri,” ucapnya dengan penuh keyakinan. Di tengah badai kritik tersebut, hanya segelintir orang yang percaya dirinya akan mampu bangkit.

Titik Balik: Performa Gemilang di Liga Champions

Perubahan besar terjadi pada laga semifinal Liga Champions melawan Borussia Dortmund. Setelah kalah 1-4 di leg pertama, Modric mendapat peran berbeda di leg kedua. Dipasangkan lebih dalam bersama Xabi Alonso, Modric menunjukkan kemampuannya sebagai pengatur tempo sejati. Ia mencatatkan 70 umpan akurat, dua kali lebih banyak dibanding leg pertama.

Meskipun Madrid hanya menang 2-0 dan gagal melaju ke final, performa Modric malam itu membuka mata publik Bernabeu. Ia bukan sekadar pencetak gol, melainkan sang maestro yang mengendalikan irama permainan. Sejak saat itu, statusnya di tim utama kian kokoh.

Era Keemasan Bersama Trio Legendaris

Kedatangan Carlo Ancelotti pada musim berikutnya menjadi berkah tersendiri bagi Modric. Di bawah asuhan Ancelotti, Real Madrid mengadopsi formasi 4-3-3 yang menyeimbangkan lini tengah. Modric dipadukan dengan Toni Kroos dan Casemiro, membentuk salah satu trio gelandang paling ikonik dalam sejarah sepak bola.

Kombinasi ketiganya membawa Real Madrid menorehkan prestasi luar biasa. Mereka menguasai Eropa dan dunia dengan rentetan gelar bergengsi, mulai dari Liga Champions, La Liga, hingga Piala Dunia Antarklub. Fleksibilitas, kecerdasan membaca permainan, dan ketenangan Modric menjadi pondasi utama kesuksesan tersebut.

Dari Cemoohan Menuju Ballon d’Or

Butuh waktu bagi Modric untuk mendapatkan pengakuan sepenuhnya di Madrid, namun dedikasi dan konsistensinya akhirnya membuahkan hasil. Di puncak kariernya, Modric berhasil meraih Ballon d’Or 2018, mengalahkan dominasi Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo yang selama bertahun-tahun mendominasi penghargaan bergengsi itu.

Dalam perjalanan panjangnya bersama Madrid, Modric turut mempersembahkan enam gelar Liga Champions, empat trofi La Liga, lima Piala Dunia Antarklub, dan berbagai penghargaan individu bergengsi. Ia tak hanya menjadi tulang punggung tim, tetapi juga simbol keteguhan mental di bawah sorotan tajam media Spanyol.

Bahkan setelah Jose Mourinho hengkang dari Madrid, Modric tetap mengenang manajer asal Portugal itu dengan rasa hormat. “Dia membuat saya menjadi pemain yang lebih agresif dan menuntut lebih dari diri saya sendiri,” kenang Modric.

Perpisahan Mengharukan di Santiago Bernabeu

Setelah 13 tahun pengabdian, pada 22 Mei 2025, Real Madrid secara resmi mengumumkan bahwa Luka Modric akan meninggalkan klub usai ajang Piala Dunia Antarklub di Amerika Serikat. Dua hari setelah pengumuman tersebut, Modric menjalani laga kandang terakhirnya di Santiago Bernabeu melawan Real Sociedad.

Dalam atmosfer haru, ia menerima penghormatan luar biasa. Guard of honour diberikan oleh rekan setim dan lawan sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi dan jasanya yang luar biasa. Ia berdiri di tengah lapangan, bukan lagi sebagai pemain yang dulu diragukan, tetapi sebagai legenda yang diabadikan.

Jurnalis sepak bola ternama, Guillem Balague, menyebut perpisahan ini sebagai “akhir dari sebuah era” dalam sejarah gemilang Real Madrid.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
asia9sports

Most Popular

Recent Comments