Kekalahan Manchester United (MU) dari Manchester City kembali membuka luka lama dalam rivalitas Derby Manchester. MU dipermalukan City dengan skor telak 0-3 di Etihad Stadium, sebuah hasil yang menambah daftar hitam catatan mereka di partai besar. Pertemuan ini sekaligus menegaskan dominasi Pep Guardiola atas Setan Merah, karena sejak Februari 1995, United tidak pernah menang dengan selisih lebih dari dua gol dalam laga derby.
Hasil memalukan itu menimbulkan banyak pertanyaan, terutama mengenai keras kepalanya Ruben Amorim dengan taktik 3-4-3. Sang pelatih tetap percaya diri dengan skema yang selama ini ia andalkan, meskipun hasil pertandingan menunjukkan celah kelemahan yang jelas. City dengan mudah mengeksploitasi ruang di lini belakang United, sementara serangan balik yang cepat berulang kali membuat para bek The Red Devils kelimpungan.
Pertandingan juga meninggalkan momen yang sulit diterima para pendukung United. Saat City merayakan kemenangan dengan tarian Poznan di menit ke-70, ribuan fans Setan Merah memilih meninggalkan stadion. Situasi ini semakin memperburuk posisi Amorim yang kini menjadi sorotan besar media dan publik sepak bola Inggris.
Strategi Amorim yang Tidak Efektif
Ruben Amorim mencoba menghadapi City dengan strategi yang terbilang agresif. United berusaha memancing tekanan di lini tengah sebelum mengalihkan bola ke sisi sayap. Skema ini diharapkan mampu membuka ruang serangan cepat.
Namun, rencana tersebut tidak berjalan sesuai harapan. Intensitas pressing United kalah jauh dari City yang lebih terorganisasi. Serangan yang dibangun Bruno Fernandes dan rekan-rekan jarang sekali menembus pertahanan rapat tim asuhan Guardiola. Sepanjang 90 menit, United hampir tidak memiliki peluang emas.
Masalah semakin besar ketika kehilangan bola. Lini belakang United terlihat tidak siap menghadapi kecepatan serangan balik lawan. Erling Haaland terlalu sering mendapat ruang bebas di kotak penalti, bahkan mampu mencetak dua gol dengan relatif mudah. Gol ketiga City menjadi gambaran jelas betapa rapuhnya sistem pertahanan United yang saat ini diterapkan Amorim.
Kesalahan Fatal yang Berujung Gol
Salah satu momen krusial terjadi pada proses gol penutup City. Manuel Ugarte membuat kesalahan fatal dengan mengirim umpan salah arah ke Luke Shaw. Bernardo Silva yang sigap langsung merebut bola dan memberikan assist matang kepada Haaland.
Dengan formasi lini belakang yang terlalu maju ke depan, Haaland berlari tanpa kawalan sebelum menaklukkan Altay Bayindir. Gol ini mencerminkan kurangnya koordinasi antarpemain dan lemahnya pemahaman skema 3-4-3 dalam menghadapi serangan balik cepat.
Situasi tersebut tidak hanya menjadi bukti rapuhnya lini belakang, tetapi juga menunjukkan betapa United masih kesulitan menerjemahkan instruksi Amorim di lapangan.
Dua Sudut Pandang Mengenai Amorim
Kekalahan telak dari City memicu perdebatan sengit di kalangan pengamat. Ada dua sudut pandang yang kini berkembang.
Sebagian melihat ini sebagai proses adaptasi normal. Amorim dinilai butuh waktu untuk menyatukan tim, apalagi beberapa pemain inti seperti Matheus Cunha, Mason Mount, dan Diogo Dalot tidak bisa tampil. Absennya pemain penting jelas memengaruhi keseimbangan permainan.
Namun, sebagian lain menilai masalah jauh lebih serius. Statistik menunjukkan Amorim sudah menelan 20 kekalahan dari 47 laga sejak memimpin United. Bahkan, dalam beberapa laga krusial, termasuk dua kali adu penalti, timnya gagal tampil meyakinkan.
Skema 3-4-3 dianggap tidak menguntungkan bagi kreativitas pemain kunci. Bruno Fernandes yang biasanya menjadi motor serangan terlihat kehilangan peran penting. Bahkan, rekrutan baru seperti Benjamin Sesko pun gagal menunjukkan kemampuan maksimal karena terjebak dalam sistem yang kaku.
Konsistensi Filosofi di Tengah Kritikan
Meski kritik semakin deras, Amorim tetap teguh dengan filosofi sepak bolanya. Dalam konferensi pers usai pertandingan, ia menegaskan tidak akan mengubah pendekatan hanya karena hasil buruk. “Saya akan terus dengan cara saya, sampai saya sendiri merasa perlu mengubahnya,” kata pelatih asal Portugal itu.
Amorim meyakini konsistensi adalah kunci jangka panjang. Ia percaya kekalahan bukan alasan untuk meninggalkan prinsip permainan yang sudah diyakininya selama bertahun-tahun. Namun, yang menjadi masalah adalah kemampuan para pemain MU menyesuaikan diri dengan sistem yang menuntut konsentrasi tinggi.
Dengan posisi United yang kini tercecer di peringkat ke-14 klasemen Premier League, tekanan akan semakin berat. Jika tak segera ada perubahan, musim ini bisa berubah menjadi perjalanan penuh kekecewaan. Amorim boleh percaya diri, tetapi pertanyaan besar tetap menggantung: sampai kapan manajemen dan pendukung United bisa bersabar dengan skema 3-4-3 yang belum membuahkan hasil?