Crystal Palace gagal tampil di Liga Europa meski sebelumnya telah mengamankan tiket untuk kompetisi tersebut. Keputusan mengejutkan ini datang dari Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) yang menolak banding klub, memastikan mereka hanya akan bermain di UEFA Conference League musim depan. Padahal, suasana di kubu The Eagles baru saja dipenuhi euforia setelah keberhasilan meraih trofi Community Shield dengan mengalahkan Liverpool.
Sanksi dari UEFA menjadi awal dari kisah pahit ini. Federasi sepak bola Eropa itu menilai Crystal Palace masih memiliki keterkaitan kepemilikan dengan Olympique Lyon setelah batas waktu pelepasan saham 1 Maret terlewati. John Textor, pemilik mayoritas Eagle Football Holdings, mengklaim sudah menjual sahamnya di Lyon, namun panel CAS menilai ia tetap memiliki pengaruh signifikan ketika evaluasi dilakukan.
Akibat putusan ini, Nottingham Forest tetap berhak mengisi slot Liga Europa, sementara Palace harus puas bermain di kompetisi kasta ketiga Eropa. Bagi klub dan pendukungnya, ini merupakan pukulan besar, apalagi kesempatan tampil di ajang Eropa merupakan momen langka yang sudah dinanti lebih dari satu abad.
Putusan CAS yang Menjadi Pukulan Telak
Putusan CAS resmi diumumkan sehari setelah Crystal Palace menjuarai Community Shield. CAS menegaskan bahwa meski Textor telah melepas sebagian sahamnya, proses tersebut tidak cukup cepat untuk menghapus status keterkaitan kepemilikan saat UEFA melakukan pemeriksaan.
UEFA memang memiliki aturan ketat untuk menghindari adanya dua klub dengan kepemilikan yang sama tampil di kompetisi yang sama. Dalam kasus ini, keterlibatan Eagle Football Holdings di Lyon dan Palace menjadi alasan utama sanksi.
Akibatnya, Palace harus mengalihkan fokus ke UEFA Conference League, meskipun dari segi prestasi musim lalu mereka seharusnya bermain di Liga Europa. Nottingham Forest, yang sebelumnya berada di bawah Palace di peringkat kompetisi Eropa, kini menjadi pihak yang diuntungkan.
Trofi Community Shield yang Terasa Hambar
Ironisnya, sehari sebelum kabar buruk ini, Crystal Palace berada di puncak kebahagiaan. Tim asuhan Oliver Glasner berhasil menaklukkan Liverpool di laga Community Shield lewat drama adu penalti.
Jean-Philippe Mateta membuka keunggulan Palace sebelum Liverpool menyamakan kedudukan. Ismaila Sarr kemudian membawa harapan, namun pertandingan berakhir imbang hingga babak tos-tosan. Dean Henderson menjadi pahlawan dengan penyelamatan krusial yang memastikan trofi pertama Glasner bersama klub.
Namun, momen manis itu langsung terasa hambar setelah CAS mengumumkan keputusan mereka. Para pemain dan staf, yang semula bersiap merencanakan perjalanan Eropa, kini harus mengubah target musim.
Reaksi dari Pemain dan Pelatih
Pelatih Oliver Glasner mencoba menjaga semangat tim meski keputusan CAS sulit diterima. Ia mengatakan bahwa tim harus fokus pada apa yang bisa dikendalikan. “Kami tidak bisa mengubah masa lalu. Malam ini kami rayakan kemenangan, besok kami pikirkan langkah berikutnya,” ucapnya.
Dean Henderson, yang tampil sebagai pahlawan di laga Community Shield, mengaku sangat kecewa. Baginya, keputusan ini bukan hanya merugikan tim, tetapi juga merampas kesempatan bagi para suporter. “Ini tidak adil untuk sepak bola. Fans kami sudah menunggu lebih dari 120 tahun untuk tur Eropa, dan sekarang kesempatan itu hilang,” ujarnya.
Fokus Musim Depan: Liga Domestik dan Conference League
Dengan peluang Liga Europa sirna, Crystal Palace akan memusatkan perhatian pada dua ajang utama musim depan: Premier League dan UEFA Conference League. Glasner menyebut bahwa meski kompetisi kasta ketiga Eropa memiliki gengsi yang berbeda, itu tetap menjadi peluang untuk mencatat sejarah baru.
Palace juga akan memanfaatkan kompetisi ini untuk memberikan jam terbang kepada pemain muda, sekaligus tetap berusaha mencapai hasil terbaik di liga domestik. Target realistis mereka adalah memperbaiki posisi klasemen dan kembali mengamankan tiket Eropa musim depan—tentu dengan memastikan tak ada masalah administratif yang mengganjal.
Pelajaran Berharga bagi Klub
Kisah Crystal Palace ini menjadi pengingat keras bahwa aturan kepemilikan klub di sepak bola Eropa tidak bisa dianggap remeh. Meskipun prestasi di lapangan menentukan banyak hal, faktor non-teknis seperti struktur kepemilikan juga bisa mengubah nasib klub secara drastis.
Bagi Palace, musim depan akan menjadi ujian mental dan profesionalisme. Mereka harus membuktikan bahwa meski gagal ke Liga Europa, ambisi dan semangat mereka tetap menyala. Sementara bagi penggemar, kekecewaan ini mungkin terasa berat. Tetapi dukungan yang terus mengalir akan menjadi modal penting bagi tim dalam menghadapi tantangan baru.