Kursi pelatih Timnas Indonesia kembali menjadi sorotan. Setelah kepergian Patrick Kluivert, publik menanti sosok baru yang mampu membawa Skuad Garuda ke level yang lebih tinggi. Siapa pun yang dipilih nantinya, beban besar sudah menunggu di depan mata.
Menurut pengamat sepak bola nasional Ronny Pangemanan, pelatih baru harus memiliki arah yang jelas. Tanpa target konkret, sulit untuk mengukur sejauh mana progres Timnas Indonesia. Karena itu, PSSI perlu menetapkan tiga target utama: jangka pendek, menengah, dan panjang.
Ketiga target itu mencakup juara FIFA ASEAN Cup, menembus delapan besar Piala Asia 2027, dan lolos ke Piala Dunia 2030. Semua sasaran tersebut dianggap realistis jika disertai perencanaan matang dan dukungan penuh dari federasi.
1. Juara FIFA ASEAN Cup: Ujian Awal Sang Pelatih
Dalam jangka pendek, FIFA ASEAN Cup menjadi ajang pembuktian pertama bagi pelatih baru. Turnamen yang diluncurkan langsung oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino, ini akan menggantikan Piala AFF dan masuk dalam kalender resmi FIFA Matchday.
Hal ini berarti semua pemain naturalisasi yang berkarier di Eropa bisa memperkuat Timnas tanpa hambatan. Menurut Bung Ropan, momentum tersebut harus dimanfaatkan dengan maksimal.
“Dengan nama FIFA ASEAN Cup, seluruh klub Eropa wajib melepas pemain yang dipanggil. Ini jadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk meraih gelar regional pertama,” ujarnya dikutip dari Nusantara TV.
Selama ini, Indonesia memang belum pernah menjuarai Piala AFF meski sudah enam kali menjadi runner-up. Karena itu, ajang baru ini dapat menjadi titik balik untuk mencetak sejarah baru.
Selain itu, kehadiran pemain seperti Jay Idzes, Calvin Verdonk, Marten Paes, dan Thom Haye akan meningkatkan kualitas permainan tim. Dengan komposisi tersebut, target menjadi juara bukan hal mustahil.
2. Tembus Delapan Besar Piala Asia 2027: Bukti Kemajuan Nyata
Target menengah yang harus diwujudkan adalah melangkah ke babak delapan besar Piala Asia 2027. Pada edisi sebelumnya, Timnas Indonesia di bawah asuhan Shin Tae-yong berhasil menembus babak 16 besar untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Menurut Bung Ropan, capaian itu harus dijadikan pijakan untuk naik satu tingkat lebih tinggi. “Pelatih baru minimal bisa membawa tim lolos ke 16 besar lagi. Tapi idealnya, kita harus menargetkan delapan besar,” ujarnya.
Selain karena pengalaman sebelumnya, alasan utama target ini dinilai realistis adalah meningkatnya kualitas skuad. Kini, Indonesia memiliki pemain naturalisasi yang jauh lebih kuat dibanding era sebelumnya.
Jika dulu hanya mengandalkan Jordi Amat, Sandy Walsh, dan Shayne Pattynama, kini ada deretan pemain baru seperti Emil Audero, Kevin Diks, Joey Pelupessy, hingga Eliano Reijnders.
Selain itu, generasi muda hasil binaan kompetisi lokal juga mulai menunjukkan kematangan. Kombinasi pemain lokal dan naturalisasi yang solid membuat Garuda punya kedalaman skuad yang cukup untuk bersaing di level Asia.
Oleh karena itu, pencapaian delapan besar bukan sekadar mimpi besar, melainkan langkah logis dalam proses perkembangan sepak bola nasional.
3. Lolos ke Piala Dunia 2030: Mimpi Jangka Panjang yang Harus Dikejar
Target terakhir dan paling ambisius adalah lolos ke Piala Dunia 2030. Harapan ini bukan sekadar keinginan, tetapi sudah menjadi visi jangka panjang PSSI yang juga ditegaskan oleh Ketua Umum Erick Thohir.
Setelah gagal mewujudkan impian tampil di Piala Dunia 2026, fokus kini diarahkan pada edisi berikutnya. Menurut Bung Ropan, momentum menuju 2030 sangat ideal karena generasi emas Indonesia sedang berada dalam masa puncak.
“Pemain-pemain yang kita punya sekarang akan berada di usia matang pada 2030. Inilah masa keemasan mereka,” tegasnya.
Selain faktor usia, peningkatan kualitas kompetisi domestik dan pengalaman pemain di Eropa akan menjadi modal besar. Dengan dukungan sistem yang kuat dan pelatih berpengalaman, peluang untuk bersaing di babak kualifikasi semakin terbuka lebar.
Meski jalannya tidak mudah, bukan berarti mustahil. Karena itu, pelatih baru perlu memiliki visi panjang dan strategi berkelanjutan. Konsistensi dalam seleksi pemain, latihan taktik modern, serta mental pemenang harus menjadi fondasi utama.
Jika semua elemen bekerja bersama — federasi, pelatih, pemain, dan publik — maka mimpi besar tampil di Piala Dunia 2030 bukan lagi sekadar wacana.






