Nottingham Forest gantikan Crystal Palace di Liga Europa 2025 setelah UEFA memutuskan bahwa kepemilikan ganda oleh investor menjadi kendala utama. Keputusan kontroversial ini memicu reaksi keras dari para penggemar Palace yang seharusnya bisa tampil untuk pertama kalinya di kompetisi Eropa. Drama terjadi setelah Palace menjuarai Piala FA 2024/2025 dengan kemenangan atas Manchester City, yang seharusnya otomatis memberi tiket ke Liga Europa.
Namun, dua bulan pasca euforia di Wembley, mimpi manis itu berubah menjadi kenyataan pahit. Crystal Palace dicoret dari daftar peserta Liga Europa karena melanggar regulasi kepemilikan ganda UEFA. Posisi mereka digantikan oleh Nottingham Forest, yang berhasil membuktikan kepatuhannya terhadap aturan. Meski mengejutkan, keputusan ini sah berdasarkan regulasi UEFA yang melarang dua klub dengan pemilik yang sama berlaga dalam kompetisi Eropa yang identik di musim yang sama.
Keputusan tersebut didasari pada kepemilikan John Textor, pemilik Eagle Football Holdings, yang tercatat memiliki saham signifikan di dua klub sekaligus: Crystal Palace dan Olympique Lyon. Meskipun Textor hanya memegang 43% saham di Palace, UEFA menilai ia tetap memiliki pengaruh dominan. Palace pun harus menelan pil pahit, turun ke UEFA Conference League, sementara Forest naik panggung ke Liga Europa.
Masalah Kepemilikan Ganda Jadi Sumber Masalah
UEFA menerapkan aturan ketat terkait kepemilikan multi-klub untuk menjaga integritas kompetisi. John Textor memang menjadi aktor utama dari krisis ini. Ia merupakan pemilik saham mayoritas di Lyon, klub asal Prancis yang berhasil finis lebih tinggi dari Palace di kompetisi domestik. Alhasil, UEFA memilih Lyon sebagai wakil resmi Liga Europa dari kelompok yang diatur Textor.
Padahal, Crystal Palace bersikeras bahwa Textor tak memiliki kontrol mutlak terhadap klub. Dalam wawancaranya dengan TalkSport, Textor menyatakan bahwa ia tidak memiliki kendali penuh di Palace. Namun, argumen itu tidak diterima oleh UEFA. Karena Palace juga melewatkan batas waktu untuk melakukan penyesuaian struktur kepemilikan, peluang mereka pupus begitu saja.
Sementara itu, Lyon tetap aman karena posisi klasemen mereka lebih tinggi, dan tak melewati batas waktu yang telah ditentukan UEFA. Palace kalah dalam segala aspek—regulasi dan waktu.
Nottingham Forest Bertindak Cepat dan Strategis
Berbeda dengan Palace, Nottingham Forest menunjukkan kesiapan lebih matang menghadapi isu kepemilikan ganda. Evangelos Marinakis, pemilik Forest, juga memiliki Olympiakos yang rutin bermain di Eropa. Namun, Forest segera mengambil langkah taktis dengan menempatkan saham klub dalam skema “blind trust”. Skema ini membuat kendali operasional Forest lepas dari tangan Marinakis secara legal selama periode kompetisi Eropa.
Lebih jauh lagi, Forest bahkan mengirim surat resmi ke UEFA. Isi surat itu mempertanyakan legalitas status Crystal Palace, yang dianggap tidak mematuhi regulasi. Langkah ini menjadi penentu besar dalam evaluasi akhir UEFA. Pada akhirnya, UEFA memutuskan Forest lebih layak tampil di Liga Europa.
Lyon Selamat, Palace Gagal Manfaatkan Momentum
Crystal Palace sempat berharap ketika Lyon terancam degradasi dari Ligue 1 karena masalah finansial. Jika Lyon terdegradasi, mereka otomatis kehilangan hak tampil di kompetisi Eropa. Namun, nasib berkata lain. Lyon berhasil memenangi proses banding, tetap bertahan di Ligue 1, dan mempertahankan tempat mereka di Liga Europa.
Palace pun mencoba menjual sebagian saham ke pengusaha asal Amerika Serikat, Woody Johnson. Nilai saham yang ditawarkan mencapai £190 juta. Tapi sayangnya, transaksi tersebut terjadi setelah batas waktu 1 Maret. Keputusan UEFA tetap mutlak. Palace tidak bisa lolos dari jerat aturan.
Potensi Rivalitas Baru: Palace vs Forest
Keputusan UEFA ini berpotensi memunculkan rivalitas baru di Premier League antara Crystal Palace dan Nottingham Forest. Palace merasa keputusan tersebut tidak adil, sedangkan Forest merasa hanya menjalankan hak mereka sesuai aturan. Situasi ini memanas saat Palace menyatakan akan mengajukan banding ke Court of Arbitration for Sport (CAS).
Namun, dengan jadwal kompetisi Eropa yang semakin dekat, peluang mengubah keputusan UEFA sangat kecil. Hal ini menunjukkan pentingnya pengelolaan struktur kepemilikan klub dalam era sepak bola modern yang kompleks.
Pelajaran Berharga dari Kasus Palace
Kisah Crystal Palace menjadi pelajaran penting bagi klub-klub Eropa terkait regulasi kepemilikan ganda UEFA. Meskipun prestasi di lapangan mengesankan, kegagalan administratif bisa menghancurkan segalanya. Palace yang sudah menciptakan sejarah lewat trofi FA Cup harus rela turun kasta ke UEFA Conference League.
Sementara itu, Nottingham Forest siap menjalani petualangan Eropa setelah bertahun-tahun absen. Dengan langkah cepat dan kepatuhan terhadap regulasi, Forest berhasil mengambil posisi Palace secara sah. Kini, keduanya menatap musim baru dengan cerita dan motivasi yang sangat berbeda.