Timnas Italia resmi memecat Luciano Spalletti setelah kekalahan memalukan 0-3 dari Norwegia di kualifikasi Piala Dunia 2026. Keputusan mengejutkan ini diumumkan oleh Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) hanya beberapa hari sebelum laga penting kontra Moldova. Kekalahan tersebut menjadi titik nadir dalam perjalanan Italia bersama Spalletti, yang baru menjabat kurang dari satu tahun sejak ditunjuk pasca EURO 2024.
Langkah ini menandai krisis lain bagi Azzurri yang kini berada di posisi tidak aman dalam klasemen. Mereka terlempar ke zona play-off dan terancam absen untuk ketiga kalinya secara beruntun di Piala Dunia—sebuah rekor buruk dalam sejarah mereka.
Spalletti mengaku kecewa dengan keputusan FIGC, terlebih karena ia merasa belum selesai menjalankan proyek jangka panjangnya. Dalam konferensi pers terakhirnya, ia menegaskan bahwa dirinya tidak berniat mundur dan masih ingin memperbaiki keadaan. Namun, ia juga mengakui bahwa sebagai profesional, ia menerima keputusan federasi.
Meski hubungannya dengan Presiden FIGC, Gabriele Gravina, dikatakan tetap baik, pemecatan ini menunjukkan betapa seriusnya manajemen dalam merespons kegagalan tim nasional. Kini, Italia berada dalam situasi genting: mencari pelatih baru di tengah kualifikasi dan membangun kembali tim yang kehilangan arah.
Spalletti: “Saya Tidak Mundur, Saya Dipecat”
Luciano Spalletti menegaskan bahwa dirinya tidak meminta untuk mundur dari jabatan pelatih timnas Italia. Dalam konferensi pers yang penuh emosi, ia menyampaikan bahwa keputusan untuk memberhentikannya datang langsung dari presiden federasi.
“Semalam saya berbicara panjang dengan presiden Gravina. Dia memberi tahu bahwa saya akan dibebastugaskan,” ungkap Spalletti. “Saya tidak ingin menyerah di tengah situasi sulit. Justru saya ingin bertahan dan membenahi tim.”
Meskipun dipecat, Spalletti masih akan memimpin satu pertandingan terakhir melawan Moldova. Setelah itu, kontraknya akan dihentikan secara resmi. Pernyataannya menunjukkan dedikasi tinggi terhadap tim, meski hasil di lapangan tak sesuai harapan.
Keputusan ini jelas berat bagi Spalletti yang baru saja memulai proyek regenerasi tim. Namun, tekanan dari media, publik, dan posisi Italia yang terancam gagal lolos Piala Dunia membuat FIGC mengambil tindakan cepat.
Kekalahan dari Norwegia: Titik Balik yang Menyakitkan
Hasil 0-3 melawan Norwegia di Oslo menjadi pemicu utama pemecatan Spalletti. Dalam laga itu, Italia tampak lemah dalam transisi pertahanan dan kehilangan kendali permainan di lini tengah. Mereka juga kesulitan menembus pertahanan lawan dan terlihat kehilangan arah secara taktik.
Penampilan buruk tersebut memperlihatkan sejumlah kelemahan fundamental. Reuters melaporkan bahwa permainan Italia sangat pasif, seolah tak punya rencana matang. Kritik juga tertuju pada tidak adanya improvisasi dari bangku cadangan.
Spalletti menyebut laga itu sebagai “momen krusial yang menunjukkan adanya masalah struktural dalam tim.” Ia mengakui bahwa hasil tersebut sangat mengecewakan, tetapi juga menyayangkan bahwa ia tidak diberi kesempatan memperbaiki.
Hasil ini semakin menegaskan bahwa Italia sedang mengalami krisis identitas dalam permainan mereka. Dengan hanya beberapa laga tersisa di kualifikasi, kegagalan meraih poin penuh bisa berarti akhir perjalanan menuju Piala Dunia 2026.
FIGC Mulai Cari Pengganti: Siapa Pelatih Selanjutnya?
Dengan pemecatan Spalletti, FIGC kini dihadapkan pada tugas berat memilih pelatih baru di tengah jalannya kualifikasi. Beberapa nama sudah mulai beredar di media lokal. Dua kandidat kuat yang mencuat adalah Claudio Ranieri dan Stefano Pioli.
Ranieri dikenal sebagai pelatih berpengalaman dengan gaya kepemimpinan karismatik. Ia membawa Leicester City juara Premier League 2015/16 dan dianggap sebagai sosok yang mampu mengangkat moral pemain.
Sementara itu, Stefano Pioli membawa AC Milan kembali ke papan atas Serie A dan meraih gelar liga musim 2021/22. Pioli dianggap cocok dengan proyek jangka panjang karena keahliannya dalam membina pemain muda dan menyusun sistem permainan yang stabil.
Namun siapa pun yang ditunjuk, tantangannya tidak ringan. Pelatih baru harus segera menyatukan kembali skuad, menanamkan semangat juang, dan menyusun ulang taktik hanya dalam hitungan hari.
Italia Butuh Pembenahan Menyeluruh
Kegagalan di Oslo bukan sekadar soal hasil, melainkan sinyal bahaya bagi masa depan sepak bola Italia. Pemecatan Spalletti memang mengejutkan, namun juga memperlihatkan keinginan FIGC untuk segera memperbaiki arah tim. Dengan jadwal kualifikasi yang semakin ketat, waktu tidak berpihak kepada Azzurri.
Kini, seluruh mata tertuju pada siapa yang akan dipercaya mengambil tongkat estafet dari Spalletti. Apakah Ranieri yang berpengalaman, atau Pioli yang visioner? Yang pasti, Italia harus bergerak cepat jika ingin menjaga harapan tampil di Piala Dunia 2026 tetap hidup.