Dean Henderson mencuri sorotan dalam laga final Piala FA 2024/2025 yang mempertemukan Manchester City dan Crystal Palace. Digelar di Stadion Wembley pada Sabtu malam (17/5), laga ini mencatatkan sejarah besar bagi Palace. Meski berstatus underdog, pasukan Oliver Glasner sukses menumbangkan juara bertahan dengan skor tipis 1-0. Gol tunggal yang dicetak Eberechi Eze pada menit ke-16 memastikan Palace mengangkat trofi mayor pertama dalam sejarah klub mereka yang telah berdiri selama 119 tahun.
Namun, sorotan bukan hanya tertuju pada kemenangan bersejarah tersebut. Kiper Crystal Palace, Dean Henderson, menjadi pusat perbincangan karena insiden kontroversial yang nyaris mengubah arah pertandingan. Penyelamatan penting yang dilakukannya di babak pertama dibayangi oleh potensi pelanggaran yang bisa saja membuatnya diganjar kartu merah.
Aksi Gemilang Henderson Terselubung Kontroversi
Dean Henderson tampil luar biasa dalam laga final tersebut. Salah satu penyelamatan paling penting datang di menit ke-36, saat ia sukses menepis tendangan penalti Marmoush. Penyelamatan itu menjaga keunggulan Palace sekaligus menjadi titik balik momentum pertandingan.
Namun beberapa menit sebelum penalti terjadi, Henderson melakukan aksi yang mengundang tanda tanya. Ia keluar dari area penalti dan menyentuh bola dengan tangan dalam upaya menghalangi Erling Haaland menerima umpan terobosan dari Josko Gvardiol. Posisi tubuh Henderson terlihat sebagian besar sudah berada di luar kotak penalti.
Kejadian ini langsung menarik perhatian ofisial pertandingan. VAR memanggil wasit Stuart Attwell untuk melakukan peninjauan ulang. Namun setelah menilai rekaman insiden, wasit tidak memberikan hukuman apapun. Tidak ada kartu, bahkan tendangan bebas pun tidak diberikan untuk Manchester City.
Haruskah Dean Henderson Diusir Keluar Lapangan?
Perdebatan pun muncul mengenai apakah tindakan Henderson seharusnya berbuah kartu merah. Dalam regulasi FIFA, handball di luar kotak penalti yang menggagalkan peluang mencetak gol dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius. Maka dari itu, kartu merah bisa saja diberikan, tergantung situasi.
Ada beberapa parameter yang biasanya menjadi acuan untuk keputusan seperti ini. Di antaranya: jarak antara pemain penyerang ke gawang, arah pergerakan bola, potensi kontrol bola oleh penyerang, serta jumlah pemain bertahan yang berada di belakang bola.
Jika dianalisis, Erling Haaland dalam posisi menguntungkan. Ia memiliki ruang luas untuk melakukan tembakan jika bola berhasil dikuasai. Akan tetapi, bukan hanya Henderson yang berada di dekat bola. Bek Palace, Maxence Lacroix, juga sudah berada pada posisi bertahan yang memungkinkan menutup ruang tembak Haaland.
Dalam situasi seperti ini, keputusan wasit menjadi sangat subjektif. Meski Henderson melakukan handball, adanya pemain bertahan lain bisa menjadi pertimbangan bahwa peluang mencetak gol tidak benar-benar pasti. Alhasil, VAR hanya mengingatkan tanpa meminta perubahan keputusan utama.
Respons Keras dari Dunia Sepak Bola Inggris
Keputusan Stuart Attwell dan VAR tersebut mendapatkan reaksi keras dari sejumlah tokoh sepak bola Inggris. Salah satu yang paling vokal adalah Wayne Rooney. Mantan striker Manchester United yang kini menjadi pundit BBC Sport menilai bahwa Henderson seharusnya diusir dari lapangan.
“Menurut saya itu 100 persen kartu merah. Haaland sudah dalam posisi menyerang, dan Henderson menyentuh bola dengan tangan. Bagaimana mereka bisa salah mengambil keputusan?” tegas Rooney saat siaran langsung usai laga.
Tak hanya Rooney, legenda lainnya, Alan Shearer, juga memberikan komentar senada. Menurut Shearer, keputusan wasit menguntungkan Palace secara tidak langsung.
“Henderson memang menjauh dari gawang saat melakukan aksi itu, tetapi dia tetap menghentikan peluang mencetak gol. Itu momen penting yang bisa mengubah jalannya pertandingan,” ujar Shearer.
Keberuntungan atau Kecerdikan Strategis?
Insiden Dean Henderson ini menimbulkan dua sudut pandang berbeda. Sebagian menilai itu adalah keberuntungan besar bagi Crystal Palace. Sebaliknya, ada pula yang menyebutnya sebagai keputusan strategis dari Henderson untuk mengamankan lini belakang.
Apapun pendapat yang muncul, tidak dapat dipungkiri bahwa momen tersebut punya dampak besar terhadap hasil akhir. Jika wasit memberikan kartu merah, jalannya pertandingan mungkin akan berubah drastis. Palace harus bermain dengan 10 pemain dan berisiko kebobolan.
Namun faktanya, Henderson tetap bermain hingga laga usai. Ia pun menjadi salah satu kunci kemenangan bersejarah bagi Crystal Palace. Penyelesaian penalti yang sukses ditepis membuatnya menjadi pahlawan di Wembley, meskipun bayang-bayang kontroversi tetap melekat.
Trofi Bersejarah dalam Bayang-Bayang Perdebatan
Kemenangan Crystal Palace di final Piala FA 2024/2025 menjadi pencapaian luar biasa. Untuk pertama kalinya dalam sejarah klub, mereka berhasil meraih trofi mayor setelah berdiri selama lebih dari satu abad.
Meski demikian, perdebatan seputar keputusan wasit dan aksi Dean Henderson akan terus menjadi bagian dari narasi laga ini. Banyak yang menganggap bahwa kemenangan Palace tercoreng oleh keputusan wasit yang dianggap kontroversial.
Tapi di sisi lain, inilah warna dari sepak bola. Drama, kontroversi, dan momen tak terduga selalu menyertainya. Final Piala FA kali ini menjadi bukti nyata bahwa dalam sepak bola, satu keputusan bisa mengubah segalanya.