Liga Champions Eropa selalu menjadi panggung megah bagi klub-klub elite. Tim besar seperti Real Madrid, Barcelona, Bayern Munchen, dan Manchester City hampir selalu mendominasi babak-babak akhir. Namun, sejarah mencatat beberapa kejutan luar biasa. Beberapa klub yang tak diunggulkan justru mampu menembus hingga ke babak semifinal, menciptakan cerita yang sulit dilupakan.
1. Rangers FC (Musim 1992–1993)
Pada musim perdana Liga Champions dengan format baru, Rangers hampir saja lolos ke final. Di bawah asuhan Walter Smith, klub asal Skotlandia ini tampil luar biasa. Mereka menyingkirkan Lyngby dan Leeds United untuk mencapai fase grup. Di grup tersebut, Rangers menghadapi Marseille, CSKA Moscow, dan Club Brugge. Mereka tidak terkalahkan, namun sayangnya hanya finis satu poin di belakang Marseille.
Meski secara teknis tidak disebut sebagai semifinalis karena belum ada sistem semifinal seperti sekarang, pencapaian Rangers sangat layak dihargai. Hanya satu kemenangan tambahan yang mereka butuhkan untuk bertemu AC Milan di partai puncak. Sejak saat itu, Rangers belum pernah menyamai prestasi ini di level Eropa.
2. FC Nantes (Musim 1995–1996)
Nantes merupakan salah satu kejutan terbesar di musim 1995-96. Meski bukan favorit, mereka berhasil menembus babak semifinal Liga Champions. Dengan strategi disiplin dari pelatih Jean-Claude Suaudeau, Nantes hanya menelan satu kekalahan di fase grup.
Mereka mengalahkan Spartak Moscow di perempat final dan hampir membalikkan keadaan saat menghadapi Juventus. Di leg kedua, Nantes menang 3-2 setelah kalah 0-2 di Turin. Meski gagal ke final, pencapaian itu tetap monumental bagi klub asal Prancis ini.
3. Panathinaikos FC (Musim 1995–1996)
Di musim yang sama dengan Nantes, Panathinaikos juga menulis cerita luar biasa. Mereka sukses menyingkirkan Legia Warsaw di perempat final dengan agregat 3-0. Di semifinal, Panathinaikos menghadapi Ajax Amsterdam, yang saat itu merupakan juara bertahan.
Pada leg pertama, Panathinaikos secara mengejutkan menang 1-0 di kandang lawan. Namun, harapan ke final pupus setelah Ajax membalas dengan skor 3-0 di Athena. Meski demikian, performa Panathinaikos di musim itu membuktikan bahwa tim dari luar lima liga top Eropa pun bisa bersinar.
4. Dynamo Kyiv (Musim 1998–1999)
Di tangan pelatih legendaris Valeriy Lobanovskyi, Dynamo Kyiv menjelma menjadi kekuatan menakutkan. Musim 1998-99 menjadi saksi kegemilangan mereka. Dipimpin duet maut Andriy Shevchenko dan Serhiy Rebrov, Dynamo menyingkirkan tim kuat seperti Arsenal dan Real Madrid.
Di semifinal, mereka sempat unggul 3-1 atas Bayern Munchen di leg pertama. Sayangnya, keunggulan itu terhapus setelah Bayern mencetak dua gol penyama. Di leg kedua, Kyiv kalah 0-1. Namun, perjalanan mereka tetap dikenang sebagai salah satu performa terbaik klub dari Eropa Timur.
5. Leeds United (Musim 2000–2001)
Leeds United menjadi kejutan dari Inggris di musim 2000-01. Di bawah pelatih muda David O’Leary, mereka tampil dengan skuad yang dipenuhi pemain muda berbakat. Leeds berhasil melewati grup berat yang berisi AC Milan, Barcelona, dan Besiktas.
Di babak gugur, mereka menundukkan Deportivo La Coruna sebelum akhirnya dihentikan oleh Valencia di semifinal. Tragisnya, hanya tiga tahun kemudian, Leeds terdegradasi dan bahkan sempat turun ke League One sebelum kembali ke Premier League belasan tahun kemudian.
6. Deportivo La Coruna (Musim 2003–2004)
Deportivo La Coruna tak bisa dilupakan dari daftar ini. Musim 2003-04, mereka mencetak salah satu comeback terbesar dalam sejarah Liga Champions. Setelah kalah 1-4 dari AC Milan di leg pertama perempat final, mereka bangkit dan menang 4-0 di leg kedua di Riazor.
Kemenangan itu mengantarkan mereka ke semifinal, di mana mereka bertemu FC Porto. Sayangnya, mereka kalah agregat 0-1. Meski begitu, pencapaian Deportivo menjadi inspirasi bagi banyak klub kecil yang bermimpi bersaing di panggung Eropa.
7. Schalke 04 (Musim 2010–2011)
Musim 2010-11 menjadi masa kejayaan Schalke di Liga Champions. Mereka berhasil menembus semifinal meski sedang berjuang di papan tengah Bundesliga. Setelah memecat Felix Magath, Schalke menunjuk Ralf Rangnick sebagai pelatih.
Di fase gugur, Schalke menundukkan Valencia dan juara bertahan Inter Milan dengan performa impresif. Namun, langkah mereka dihentikan Manchester United di semifinal. Kini, Schalke berjuang di divisi dua Bundesliga dan jauh dari kejayaan masa lalu.
Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa di Liga Champions, kejutan selalu mungkin terjadi. Ketujuh klub ini menjadi bukti bahwa kerja keras, strategi, dan keberanian bisa membawa siapa pun ke panggung besar, meski datang tanpa label favorit.