Musim 2024/2025 menjadi catatan kelam bagi sejumlah klub besar Eropa. Meski memiliki skuad bertabur bintang dan ekspektasi tinggi dari para pendukung, tujuh tim elite justru mengakhiri musim tanpa satu pun gelar juara. Kegagalan ini tentu menjadi pukulan berat, terutama bagi klub-klub yang sebelumnya difavoritkan untuk meraih kejayaan di berbagai kompetisi.
Berikut ini adalah deretan tujuh klub raksasa Eropa yang harus menelan pil pahit setelah gagal mengangkat trofi musim ini.
Inter Milan
Inter Milan memulai musim dengan ambisi besar untuk meraih treble. Mereka tampil dominan di awal musim dan dijagokan sebagai kandidat juara di semua kompetisi. Namun, mimpi itu sirna secara menyakitkan.
Kekalahan dari AC Milan di semifinal Coppa Italia menjadi pukulan pertama. Di Serie A, harapan meraih gelar pupus setelah kalah tipis dari Napoli di pekan terakhir. Namun, kekalahan paling telak terjadi di final Liga Champions. Paris Saint-Germain menghancurkan Inter dengan skor mencolok 5-0. Ini membuat seluruh musim mereka berakhir dengan tangan hampa.
Manchester United
Manchester United mengalami musim yang benar-benar di luar ekspektasi. Tidak hanya gagal menjuarai kompetisi manapun, mereka bahkan nyaris terjerumus ke zona degradasi Premier League. Kegagalan di final Liga Europa melawan Tottenham hanya memperparah penderitaan Setan Merah.
Kehadiran pelatih baru dan pemilik baru nyatanya belum cukup memperbaiki kondisi klub. Masalah finansial serta kekacauan di dalam struktur manajemen memperburuk situasi. Ruben Amorim, yang ditunjuk sebagai pelatih, menghadapi tantangan berat karena skuad yang minim kualitas dan dana transfer yang terbatas.
Real Madrid
Sebagai klub tersukses di Eropa, musim tanpa trofi adalah mimpi buruk bagi Real Madrid. Mereka gagal total di semua ajang, termasuk Liga Champions. Kekalahan dari Arsenal di babak gugur Liga Champions menandai betapa buruknya performa Los Blancos musim ini.
Kylian Mbappé, yang sempat diharapkan menjadi penyelamat, justru gagal beradaptasi dengan skema permainan. Vinicius Junior tampil di bawah performa terbaiknya. Jude Bellingham lebih banyak bermain dalam peran defensif. Rodrygo bahkan nyaris tak terlihat kontribusinya. Kekalahan dari Barcelona di semua kompetisi domestik melengkapi catatan kelam musim ini.
Arsenal
Arsenal berhasil finis di posisi kedua klasemen Premier League dan menembus semifinal Liga Champions. Namun, pencapaian tersebut tak cukup untuk menebus puasa gelar mereka yang kini sudah berlangsung selama lima tahun.
Mikel Arteta mendapat dukungan penuh dari manajemen dalam hal belanja pemain. Akan tetapi, hasil di lapangan belum sesuai ekspektasi. Tim asuhan Arteta dianggap terlalu sering tampil ragu di momen krusial. Jika tidak ada perubahan signifikan, mereka bisa kembali menjadi penghibur tanpa prestasi nyata musim depan.
Juventus
Juventus memulai musim dengan ekspektasi tinggi setelah menunjuk Thiago Motta sebagai pelatih. Sayangnya, mantan pelatih Bologna itu gagal menyatu dengan karakter klub. Dua kekalahan telak dari Atalanta dan Fiorentina membuatnya dipecat pada bulan Maret.
Penggantinya, Igor Tudor, membawa sedikit perbaikan. Di bawah asuhannya, Juventus masih mampu finis di posisi yang memastikan tiket Liga Champions. Meski demikian, klub asal Turin ini harus membenahi banyak sektor jika ingin kembali bersaing memperebutkan gelar musim depan.
Borussia Dortmund
Borussia Dortmund mengawali musim dengan banyak keraguan. Di bawah arahan Nuri Sahin, permainan mereka terlalu berhati-hati dan tidak mampu memberikan hasil maksimal. Ketika Niko Kovac masuk sebagai pelatih baru, performa tim perlahan membaik.
Sayangnya, inkonsistensi di awal musim sudah terlalu merugikan. Dortmund akhirnya gagal meraih trofi meskipun menunjukkan semangat juang tinggi di akhir musim. Masalah kebugaran pemain dan kedalaman skuad masih menjadi persoalan utama yang belum terselesaikan.
Ajax Amsterdam
Ajax Amsterdam sempat memimpin klasemen Eredivisie dengan nyaman hingga pertengahan April. Namun, keunggulan sembilan poin atas PSV Eindhoven menguap begitu saja. Kekalahan mengejutkan 0-4 dari FC Utrecht menjadi titik balik kejatuhan mereka.
Setelah itu, hasil imbang melawan Sparta Rotterdam serta kekalahan menyakitkan dari NEC membuat tekanan semakin besar. Gol telat dari FC Groningen pada pekan terakhir menjadi penentu kegagalan mereka meraih gelar. Ajax menutup musim dengan tangan kosong meski sempat tampil dominan di awal musim.