Skandal match-fixing atau pengaturan skor di dunia sepak bola Indonesia kembali mencuat, kali ini melibatkan pertandingan Liga 2 2018 antara PSS Sleman dan Madura FC. Satgas Antimafia Bola Polri telah membongkar fakta-fakta mengejutkan terkait pertandingan tersebut, yang dianggap mengandung kejanggalan yang mencurigakan.
Pertandingan tersebut, yang berlangsung pada babak 8 besar Liga 2 2018 di Stadion Maguwoharjo, Sleman, pada 6 November 2018, menjadi sorotan setelah adanya indikasi pengaturan skor. Beberapa kejanggalan yang disoroti oleh Satgas Antimafia Bola termasuk anulir gol Usman Pribadi dari Madura FC yang dinilai wasit sebagai off-side. Padahal, tayangan ulang menunjukkan pemain tersebut berada dalam posisi on-side saat menerima bola.
Keputusan untuk mengganti wasit M. Reza Pahlevi dengan wasit cadangan Agung Setiawan di tengah pertandingan karena cedera juga menjadi sorotan dan menimbulkan pertanyaan serta polemik di kalangan penikmat sepak bola.
Kontroversi semakin meningkat ketika gol bunuh diri oleh bek Madura FC, Muhammad Choirul Rifan, pada menit ke-81, terjadi setelah Ilhamul Irhas dari PSS, yang berada dalam posisi off-side, menerima umpan terobosan. Asisten wasit tidak mengangkat bendera tanda off-side, dan wasit Agung, meskipun dalam posisi yang tidak ideal, memutuskan untuk mengesahkan gol tersebut.
Skandal ini menunjukkan kompleksitas dan dampak yang dapat dihasilkan dari pengaturan skor dalam sepak bola. Penegasan Satgas Antimafia Bola Polri menjadi panggilan untuk menyelidiki lebih lanjut dan mengambil tindakan tegas dalam upaya memelihara integritas olahraga di Indonesia.
8 Tersangka
Skandal match-fixing dalam pertandingan Liga 2 2018 antara PSS Sleman dan Madura FC semakin mengemuka dengan ditetapkannya delapan tersangka oleh Satgas Antimafia Bola. Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa upaya pengaturan skor dilakukan untuk mempengaruhi hasil pertandingan, dengan tujuan agar klub tertentu dapat lolos dari degradasi.
Berikut adalah delapan tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini:
- Vigit Waluyo (inisial VW)
- M. Reza Pahlevi (wasit)
- Agung Setiawan (wasit cadangan)
- Khairuddin (wasit)
- Ratawi (wasit)
- Dewanto Rahadmoyo Nugroho (asisten manajer klub PSS)
- Kartiko Mustikaningtyas (LO wasit)
- Gregorius Andy Setyo (masih berstatus DPO)
Menurut Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, kasus ini pertama kali terungkap sebagai upaya match-fixing untuk mempengaruhi hasil pertandingan dan mencegah degradasi klub. Intelijen berhasil mengidentifikasi Vigit Waluyo sebagai salah satu aktor intelektual di balik pengaturan skor ini.
Keterangan dari Kasatgas Antimafia Bola, Asep Edi Suheri, menyoroti upaya klub yang melobi perangkat pertandingan dengan memberikan uang sebesar Rp1 miliar kepada wasit. Dengan 19 saksi dan delapan tersangka yang telah ditetapkan, Satgas Antimafia Bola terus melakukan penyelidikan lebih lanjut. Guna mengungkap fakta dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam skandal ini.
Vigit Waluyo?
Vigit Waluyo, yang dianggap sebagai aktor intelektual dalam skandal match-fixing Liga 2 2018 antara PSS Sleman dan Madura FC. Tim ini telah menjadi fokus penyelidikan Satgas Antimafia Bola Polri. Menariknya, Vigit sebelumnya telah dikenakan sanksi oleh PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) dengan larangan terlibat dalam dunia sepak bola seumur hidup pada tahun 2019 akibat masalah serupa.
Satgas Antimafia Bola berhasil mengamankan barang bukti dan telah mengirimkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung. Asep Edi Suheri dari Satgas Antimafia Bola mengungkapkan bahwa tersangka Vigit Waluyo sudah diperiksa dua kali, dan saat ini sedang dalam keadaan sakit. Rencananya, setelah berkas P21 diterbitkan, Vigit Waluyo akan ditunjukkan kepada publik.
Langkah hukum yang diambil oleh Satgas Antimafia Bola menunjukkan komitmen untuk menegakkan keadilan dan integritas dalam dunia sepak bola Indonesia. Kasus ini memperlihatkan bahwa tindakan melibatkan diri dalam pengaturan skor tidak hanya akan mendapat sanksi dari organisasi sepak bola. Tetapi juga dapat berhadapan dengan konsekuensi hukum di tingkat negara.
Ancaman Bagi Klub
Skandal match-fixing antara PSS Sleman dan Madura FC dalam Liga 2 2018 membawa konsekuensi serius. Dengan delapan tersangka, termasuk Vigit Waluyo sebagai aktor intelektual, ditetapkan oleh Satgas Antimafia Bola Polri. Terkait klub yang terlibat, seperti PSS Sleman dan Madura FC. Mereka berpotensi mendapatkan sanksi sesuai dengan Pasal 64 Kode Disiplin PSSI 2023.
Pasal 64 menegaskan bahwa klub dapat dikenai sanksi diskualifikasi, degradasi, dan denda jika terlibat dalam pelanggaran sistematis seperti match-fixing. PSS Sleman, sebagai klub Liga 1, bisa menghadapi sanksi degradasi sesuai dengan aturan tersebut.
Kabar lain terkait rumah judi online SBotop juga muncul, melibatkan empat tersangka. Menyeret klub Liga 1, Persikabo 1973, yang sebelumnya disponsori oleh SBotop. Erick Thohir, Ketua Umum PSSI, menegaskan bahwa tindakan tegas akan diambil sesuai dengan aturan PSSI. Termasuk sanksi seumur hidup bagi individu yang terlibat.
Dengan terbongkarnya kasus ini, sepak bola Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga integritas dan kebersihan kompetisi. Tindakan hukum yang diambil oleh pihak berwenang menunjukkan komitmen untuk membersihkan sepak bola dari praktik yang merusak keadilan dan kejujuran.