Perbandingan antara Igor Tudor dan Thiago Motta menjadi sorotan hangat di awal musim Serie A 2025/2026. Perang statistik Igor Tudor vs Thiago Motta kini menjadi bahan perdebatan di kalangan penggemar Juventus, setelah kedua pelatih tersebut mencatatkan hasil yang nyaris identik di enam laga pertama. Juventus di bawah Tudor mengumpulkan 12 poin dari enam pertandingan awal — hasil yang sama persis seperti yang dicapai Motta pada musim sebelumnya.
Namun, di balik angka yang tampak stabil itu, ada kekhawatiran besar di kalangan Juventini. Pola permainan yang monoton dan terlalu sering berakhir imbang kembali menghantui tim. Juventus seperti mengulang skenario lama, di mana dominasi penguasaan bola tidak diikuti oleh ketajaman dalam penyelesaian akhir.
Laga terakhir kontra AC Milan menjadi contoh nyata. Juventus tampil disiplin di lini belakang, namun gagal memanfaatkan peluang di depan gawang. Pertandingan berakhir 0-0, hasil yang tidak hanya mengecewakan dari sisi hiburan, tetapi juga menambah daftar panjang hasil seri yang dialami Bianconeri. Tak heran jika muncul pertanyaan besar: apakah Juventus era Tudor hanya fotokopian dari masa Thiago Motta?
Awal Musim yang Terasa Seperti Déjà Vu
Juventus saat ini mengoleksi tiga kemenangan dan tiga hasil imbang dari enam laga awal Serie A. Pola ini identik dengan torehan Juventus asuhan Thiago Motta pada musim 2024/2025 lalu. Dalam enam pertandingan pertama, Tudor mencatat kemenangan atas Parma (2-0), Genoa (1-0), dan Inter (4-3). Namun, momentum positif itu terhenti setelah tiga hasil seri berturut-turut melawan Hellas Verona (1-1), Atalanta (1-1), dan AC Milan (0-0).
Menariknya, hasil imbang kontra Milan seakan menjadi cerminan dari permasalahan yang terus berulang. Juventus nyaris kalah setelah penalti Christian Pulisic gagal dimanfaatkan, sementara peluang emas Rafael Leao juga melenceng tipis di menit akhir. Situasi itu menegaskan bahwa keberuntungan masih berpihak pada Tudor, meski performa tim jauh dari meyakinkan.
Para pendukung Juventus kini mulai merasakan kegelisahan yang sama seperti musim lalu. Mereka menginginkan perubahan signifikan, bukan sekadar permainan yang stabil tanpa hasil konkret. Dalam konteks ini, Tudor seolah hanya mewarisi pola pikir dan gaya bermain konservatif dari pendahulunya, tanpa inovasi yang nyata di lapangan.
Rapor Enam Laga: Tudor dan Motta di Jalur Serupa
Jika dilihat dari data, hasil enam laga pertama kedua pelatih menunjukkan kemiripan luar biasa, meski dengan detail yang berbeda. Thiago Motta musim lalu membuka musim dengan kemenangan besar melawan Como (3-0) dan Hellas Verona (3-0), sebelum terjebak dalam tiga hasil imbang beruntun kontra Roma, Empoli, dan Napoli, lalu menutup dengan kemenangan atas Genoa (3-0).
Sementara Tudor memulai dengan tiga kemenangan beruntun yang tampak menjanjikan, tetapi gagal mempertahankan konsistensi ketika menghadapi tim-tim yang bermain lebih disiplin. Hasilnya, tiga pertandingan berikutnya justru menjadi cerminan dari kurangnya variasi taktik dan kelelahan mental skuad.
Perbedaan mencolok antara keduanya hanya terletak pada cara menang dan kalah. Motta lebih mengandalkan penguasaan bola serta pressing tinggi yang terencana, sementara Tudor lebih mengutamakan permainan cepat dan direct. Namun, keduanya memiliki kelemahan yang sama: tidak mampu memecahkan kebuntuan saat menghadapi tim yang bertahan dalam blok rendah.
“Penyakit” Lama yang Kembali Menghantui Juventus
Bagi para penggemar Juventus, masalah terbesar bukan sekadar hasil imbang yang terlalu sering, tetapi juga pola permainan yang tidak berkembang. Pada musim lalu, Thiago Motta memang membawa Juventus tak terkalahkan dalam 21 laga awal, tetapi 13 di antaranya berakhir imbang. Kini, tren yang sama muncul di bawah Igor Tudor.
Juventus sudah mencatatkan lima hasil imbang beruntun di semua kompetisi musim ini — angka yang menyamai rekor seri terpanjang pada era Motta. Padahal, ekspektasi publik terhadap Tudor cukup tinggi setelah ia dikenal sebagai pelatih dengan pendekatan agresif dan berani mengambil risiko. Namun, kenyataannya, Juventus justru terlihat lebih berhati-hati dan kurang tajam dalam menekan lawan.
Beberapa analis menilai bahwa masalah Juventus bukan hanya pada pelatih, tetapi juga struktur tim secara keseluruhan. Minimnya kreativitas di lini tengah dan inkonsistensi para penyerang membuat tim sulit mencetak gol. Federico Chiesa dan Dusan Vlahovic belum menemukan ritme terbaiknya, sementara lini tengah yang dihuni Manuel Locatelli dan Adrien Rabiot terlihat kesulitan dalam membangun transisi cepat.
Juventus Butuh Identitas Baru, Bukan Sekadar Stabilitas
Kritik mulai mengalir dari para jurnalis Italia yang menilai bahwa Juventus saat ini kehilangan karakter. Gaya main yang terlalu berhati-hati membuat tim kerap kehilangan momentum. Igor Tudor diharapkan mampu membawa semangat baru, namun sejauh ini belum terlihat perubahan signifikan dalam pola permainan.
Beberapa pengamat bahkan menyebut Juventus versi Tudor hanyalah “replika lebih kaku” dari era Thiago Motta. Meski hasil belum sepenuhnya buruk, Bianconeri dianggap gagal memberikan harapan baru bagi fans yang rindu pada DNA menyerang khas klub tersebut.
Dengan jadwal berat menanti, termasuk laga tandang ke markas Como dan duel besar melawan Napoli, tekanan terhadap Tudor kian meningkat. Jika Juventus kembali gagal meraih kemenangan, desakan untuk perubahan bisa semakin besar.
Era baru Juventus seharusnya membawa identitas segar, bukan sekadar pengulangan cerita lama. Dan kini, publik Turin hanya berharap Igor Tudor bisa membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar bayangan Thiago Motta — melainkan arsitek sejati yang mampu mengembalikan kejayaan Bianconeri di Serie A dan Eropa.