Nama Giovanni van Bronckhorst kembali mencuri perhatian publik Indonesia. Ia disebut masuk daftar calon pelatih baru Timnas Indonesia, terutama setelah era Patrick Kluivert berakhir. Perjalanan taktiknya bersama Rangers menjadi alasan utama mengapa ia dianggap layak dipertimbangkan. Pendekatan bermainnya dikenal modern, cair, dan berintensitas tinggi. Karena itu, banyak pihak mulai menilai bahwa karakter permainannya sesuai dengan kebutuhan skuad Garuda saat ini.
Saat ini Van Bronckhorst menjabat sebagai asisten pelatih Liverpool di bawah Arne Slot. Namun, masa terbaiknya hadir saat menukangi Feyenoord dan Rangers. Ia memimpin Rangers dalam 68 laga dan menghasilkan 42 kemenangan, mencetak 135 gol, serta hanya kebobolan 77 kali. Angka tersebut menggambarkan tim yang agresif dan terstruktur. Most importantly, gaya bermain itu dibangun melalui empat aspek taktik utama yang menjadi ciri khasnya.
1. Fleksibilitas Formasi dan Adaptasi Cepat
Van Bronckhorst dikenal konsisten memakai dua formasi dasar, yakni 4-3-3 dan 4-2-3-1. Meskipun begitu, konsistensi tersebut tidak berarti ia kaku. Ia justru pelatih yang fleksibel dan mudah menyesuaikan rencana permainan sesuai situasi. Dalam satu formasi, Rangers bisa berubah ritme dari bertahan ke menyerang hanya dalam hitungan detik.
Selain itu, ia berani memberikan perubahan tugas kepada pemain tanpa mengubah struktur pertahanan. Pola ini membuat Rangers sering tampil dinamis. Para pemain belakang tetap menjaga area tengah dengan tiga hingga lima pemain, sementara sektor lain bergerak menekan dengan intensitas tinggi. Fleksibilitas ini membantu tim bertahan lebih stabil, sekaligus lebih cepat dalam melakukan transisi.
Oleh karena itu, gaya adaptif ini menjadi keunggulan utama Van Bronckhorst. Timnya dapat berubah bentuk dengan cepat sesuai skenario pertandingan.
2. Intensitas Tinggi dan Serangan dari Ruang Lebar
Salah satu ciri paling mencolok dari permainan Rangers di bawah Van Bronckhorst adalah intensitas tinggi. Mereka menekan sejak lini depan, memanfaatkan transisi dari sayap, serta menyerang dengan kecepatan yang konsisten. Besides that, para pemain menyerang bebas bergerak untuk mencari celah.
Rangers biasanya menempatkan Alfredo Morelos sebagai ujung tombak, dibantu Ryan Kent, Joe Aribo, atau Ianis Hagi yang bergerak aktif di belakangnya. Lini tengah dikawal Lundstram dan Kamara yang bertugas menjaga ritme serta distribusi bola.
Di area belakang, empat bek utama—James Tavernier, Connor Goldson, Calvin Bassey, dan Borna Barisic—menjadi fondasi struktur permainan. Mereka jarang diganti karena peran mereka sangat penting dalam menjaga garis tinggi. Stabilitas ini membuat Rangers dapat menekan lebih agresif tanpa kehilangan kontrol di area pertahanan.
Dengan pendekatan seperti itu, Rangers sering menguasai permainan dari sisi lapangan, lalu masuk dengan cepat ke kotak penalti.
3. Pertahanan Terorganisasi dengan Tekanan Terukur
Dalam fase bertahan, struktur tim Van Bronckhorst dapat berubah menjadi 4-2-3-1 atau 4-4-2. Aribo memegang peran kunci karena ia menjadi pemicu tekanan pada gelandang lawan. Pendekatan ini memastikan lawan tidak bisa dengan mudah mengalirkan bola ke depan.
Selain itu, Rangers tidak bergantung pada jumlah pemain di lini tengah. Mereka mengandalkan rapatnya dua garis pertahanan yang menjaga area penting sekaligus menutup jalur umpan. Lawan memang bisa mencoba mengirim bola direct melewati lini tengah, namun tekanan Rangers biasanya membuat proses itu melambat. Begitu lawan menurunkan tempo, lima pemain bertahan langsung turun ke area kotak penalti untuk menutup ruang.
Pendekatan bertahan ini menekankan keseimbangan antara tekanan dan perlindungan ruang. Oleh karena itu, walaupun agresif, struktur mereka tetap aman.
4. Transisi Cepat dan Serangan dengan Banyak Pemain
Aspek terakhir yang sangat menonjol adalah kecepatan transisi setelah merebut bola. Van Bronckhorst selalu mendorong timnya untuk menyerang secepat mungkin. Mereka bisa membangun serangan dengan umpan pendek cepat atau langsung mengirim bola ke pemain yang berada di posisi bebas. Therefore, Rangers sering menciptakan peluang hanya beberapa detik setelah mencuri bola.
Biasanya empat pemain langsung terlibat dalam serangan balik. Dua pemain sayap, satu gelandang serang, dan seorang penyerang bergerak maju bersamaan. Ryan Kent sering naik sejajar dengan Morelos, sedangkan Aribo memberikan lapisan tambahan sebagai pendukung utama. Gerakan kolektif ini membuat transisi Rangers menjadi salah satu yang paling mematikan di kompetisi Eropa pada masa itu.
Dengan struktur seperti itu, tim Van Bronckhorst tidak hanya cepat tetapi juga memiliki variasi serangan yang sulit diprediksi.






