Kobbie Mainoo menjadi salah satu nama yang sempat dielu-elukan sebagai masa depan Manchester United. Talenta besar yang ia tunjukkan sejak debut di tim utama membuat banyak pihak percaya bahwa Setan Merah memiliki gelandang muda dengan prospek cerah. Bahkan, legenda klub Paul Scholes sempat menyebut bahwa perjalanan panjang Manchester United bisa dititipkan di bahu sang wonderkid. Ucapan tersebut lahir pada Agustus 2024, saat Mainoo baru saja mencatatkan musim penuh pertamanya di Premier League dengan performa menjanjikan.
Namun, cerita indah itu tidak berlangsung lama. Hanya dalam kurun waktu satu tahun, situasi berubah drastis. Dari pemain muda yang disanjung karena gol krusial di final Piala FA melawan Manchester City, kini Mainoo lebih sering menghuni bangku cadangan. Pergeseran ini memunculkan pertanyaan besar: apakah ia menjadi korban salah strategi manajemen, atau sekadar bagian dari perjalanan normal seorang pemain muda yang masih mencari konsistensi?
Era baru Manchester United di bawah Ruben Amorim menambah kompleksitas situasi. Filosofi permainan sang pelatih asal Portugal ternyata membuat Mainoo kesulitan menemukan peran idealnya. Seiring berjalannya musim, status Mainoo di skuad utama semakin terancam, meski kualitas teknis dan fleksibilitasnya tidak pernah diragukan.
Ekspektasi Tinggi untuk Kobbie Mainoo
Perjalanan karier Mainoo berkembang dengan sangat cepat. Pada musim 2022/2023, ia hanya tampil tiga kali. Namun, musim berikutnya ia menjadi salah satu gelandang yang paling sering digunakan Erik ten Hag dengan total 32 penampilan di semua kompetisi.
Momen terbaik datang di Wembley, ketika Mainoo mencetak gol kemenangan di final Piala FA kontra Manchester City. Gol tersebut bukan hanya membawa trofi, tetapi juga menjadikan namanya simbol harapan baru bagi suporter Manchester United.
Tak berhenti di level klub, performanya menarik perhatian Gareth Southgate. Sang pelatih Inggris memberikan kesempatan besar kepada Mainoo di Euro 2024, termasuk menit bermain di partai final melawan Spanyol. Walaupun Inggris gagal menjadi juara, Mainoo mendapat pujian karena tampil dewasa dalam tekanan tinggi.
Sayangnya, kedatangan Ruben Amorim pada musim panas 2024 mengubah arah perjalanan Mainoo. Sistem baru yang diterapkan Amorim justru membatasi ruang geraknya.
Filosofi Ruben Amorim dan Tantangan untuk Mainoo
Ruben Amorim dikenal dengan formasi 3-4-2-1 yang sukses membawanya meraih prestasi bersama Sporting CP. Filosofi tersebut menekankan keseimbangan antara transisi cepat dan soliditas lini tengah. Dengan hanya dua gelandang sentral, persaingan menjadi lebih ketat di Manchester United.
Mainoo yang biasa beroperasi sebagai gelandang box-to-box atau nomor 8 harus bersaing dengan Casemiro dan Bruno Fernandes. Keduanya merupakan pemain senior dengan pengalaman panjang dan posisi tak tergantikan dalam skema Amorim.
Padahal, fleksibilitas adalah salah satu kekuatan Mainoo. Ia mampu bermain sebagai gelandang bertahan, gelandang serang, maupun penghubung lini tengah. Namun, peran yang benar-benar sesuai dengan gaya bermainnya justru jarang tersedia dalam struktur tim Amorim.
Dampaknya terlihat jelas pada catatan menit bermain. Jika musim lalu ia menjadi starter di 37 pertandingan, kini jumlah itu menurun drastis menjadi hanya 23 kali. Rata-rata waktu bermainnya pun menyusut menjadi sekitar 56 menit per laga.
Antara Peluang dan Ancaman di Manchester United
Meski terpinggirkan, peluang bagi Mainoo untuk kembali ke level tertinggi belum sepenuhnya tertutup. Usianya yang masih sangat muda menjadi modal besar. Selain itu, padatnya jadwal Premier League, piala domestik, dan kompetisi Eropa berpotensi membuka celah baginya untuk mendapat menit bermain tambahan.
Selain faktor rotasi, kondisi fisik Casemiro yang tidak lagi muda bisa memberi ruang bagi Mainoo. Jika mampu memanfaatkan peluang kecil yang tersedia, ia berpotensi merebut kembali kepercayaan Amorim.
Di sisi lain, risiko kehilangan arah juga menghantui. Persaingan internal yang semakin ketat dan minimnya kejelasan posisi bisa menghambat perkembangan Mainoo. Tak jarang, pemain muda yang kehilangan menit bermain dalam periode penting justru gagal berkembang sesuai potensi awalnya.
Untuk saat ini, dukungan fans masih berpihak kepadanya. Banyak yang menilai Mainoo hanya butuh waktu dan kesempatan untuk kembali bersinar. Namun, kesabaran di level klub sebesar Manchester United tentu memiliki batas.