Friday, March 21, 2025
No menu items!
asia9QQ  width=
HomeLiga Indonesia6 Aspek Taktik Patrick Kluivert Saat Indonesia Kalah 1-5 dari Australia: Perbedaan...

6 Aspek Taktik Patrick Kluivert Saat Indonesia Kalah 1-5 dari Australia: Perbedaan dengan Shin Tae-yong

Timnas Indonesia harus menelan kekalahan telak 1-5 saat menghadapi Australia pada matchday ke-7 Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026, Kamis (20/3) petang WIB. Bermain di Stadion Sydney, skuad Garuda takluk dengan skor 1-5 dalam laga debut Patrick Kluivert sebagai pelatih kepala.

Meskipun Indonesia sempat memulai pertandingan dengan baik, kegagalan Kevin Diks dalam mengeksekusi penalti menjadi titik balik. Setelah itu, Australia menguasai pertandingan dan mencetak tiga gol di babak pertama melalui Martin Boyle, Nishan Velupillay, dan Jackson Irvine. Di babak kedua, dua gol tambahan dari Lewis Miller dan Jackson Irvine semakin memperbesar keunggulan tuan rumah. Indonesia hanya mampu mencetak satu gol hiburan lewat aksi Ole Romeny.

- Advertisement -
asia9QQ

Dengan hasil ini, publik pun mempertanyakan strategi yang diterapkan Kluivert serta bagaimana pendekatannya berbeda dari Shin Tae-yong. Berikut analisis taktik Kluivert dalam pertandingan ini.

1. Formasi dan Pemilihan Pemain

Kluivert menggunakan formasi 3-4-2-1, yang sebenarnya juga kerap dipakai oleh Shin Tae-yong. Hal ini menunjukkan bahwa Kluivert tidak ingin melakukan perubahan besar dalam struktur permainan sejak awal.

Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam pemilihan pemain. Calvin Verdonk dimainkan sebagai bek tengah kiri, sedangkan posisi wingback kiri dipercayakan kepada Dean James. Di lini tengah, Nathan Tjoe-A-On dipercaya sebagai starter bersama Thom Haye. Sementara itu, di lini depan, Ole Romeny diturunkan sebagai penyerang utama, dengan dukungan dari Marselino Ferdinan dan Rafael Struick.

Keputusan untuk menurunkan Nathan sejak awal cukup mengejutkan. Mengingat minimnya menit bermainnya bersama Swansea City, performanya di laga ini pun belum optimal.

2. Permainan Agresif di Awal Laga

Berbeda dengan pendekatan Shin Tae-yong yang lebih sering mengandalkan strategi bertahan dan serangan balik, Kluivert memilih strategi yang lebih agresif sejak awal laga. Indonesia langsung menekan dan menciptakan peluang pada menit ke-4 lewat sundulan Jay Idzes.

Tekanan tinggi dari Indonesia membuahkan hasil ketika Rafael Struick dijatuhkan Kye Rowles di kotak penalti. Sayangnya, Kevin Diks gagal mengonversi peluang tersebut menjadi gol. Kegagalan ini menjadi pukulan mental bagi Indonesia dan memberikan momentum bagi Australia untuk bangkit.

3. Garis Pertahanan Tinggi yang Berisiko

Keputusan Kluivert untuk menerapkan garis pertahanan tinggi menjadi bumerang bagi Indonesia. Strategi ini memang efektif untuk menekan lawan, tetapi juga membuka ruang di lini belakang yang bisa dimanfaatkan oleh Australia.

Jay Idzes sering maju untuk membantu progresi bola, sehingga hanya menyisakan dua bek, yaitu Calvin Verdonk dan Mees Hilgers. Jarak antarbek yang terlalu lebar dimanfaatkan dengan baik oleh Australia, terutama saat Nishan Velupillay mencetak gol kedua bagi timnya. Kesalahan serupa juga terlihat saat Indonesia menghadapi China beberapa waktu lalu.

4. Kelemahan di Lini Tengah

Keputusan memainkan Nathan Tjoe-A-On sejak menit awal menuai tanda tanya. Minimnya pengalaman Nathan dalam laga kompetitif membuatnya kesulitan dalam mengimbangi permainan cepat Australia.

Beberapa kali Nathan kehilangan bola dan tidak mampu memberikan kontribusi signifikan. Ia juga membuat pelanggaran yang berujung penalti bagi Australia. Ketika menyerang, duet Nathan dan Haye kurang kreatif. Dalam situasi bertahan, mereka sering kali terlihat kebingungan dalam mengantisipasi pergerakan lawan.

5. Serangan yang Bergantung pada Individu

Di lini depan, Kluivert menurunkan trio Marselino Ferdinan, Rafael Struick, dan Ole Romeny. Pergerakan ketiga pemain ini cukup cair, dengan Romeny sering turun ke bawah untuk menjemput bola. Bahkan, ia mampu mencetak gol hiburan bagi Indonesia.

Namun, serangan Indonesia tampak belum memiliki struktur yang jelas. Kluivert masih mengandalkan kemampuan individu pemain tanpa skema penyerangan yang rapi. Situasi ini sedikit membaik di babak kedua setelah Diks dan James mulai lebih aktif membantu serangan dari sisi sayap.

6. Antisipasi Bola Mati yang Buruk

Salah satu kelemahan terbesar Indonesia dalam laga ini adalah buruknya antisipasi bola mati. Dari lima gol yang bersarang ke gawang Indonesia, dua di antaranya berasal dari situasi sepak pojok.

Masalah ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, Timnas Indonesia U-20 asuhan Indra Sjafri juga mendapat kritik tajam karena kurang siap menghadapi bola mati di Piala Asia U-20 2025. Kini, hal serupa kembali terjadi di era Kluivert. Kesalahan ini bukan hanya tanggung jawab individu pemain, tetapi juga menunjukkan kurangnya organisasi dalam skema pertahanan bola mati.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
asia9sports

Most Popular

Recent Comments