Thursday, July 31, 2025
No menu items!
asia9QQ  width=
HomeLiga Indonesia5 Pelajaran Berharga dari Kekalahan Indonesia U-23 di Final AFF: Strategi Vanenburg...

5 Pelajaran Berharga dari Kekalahan Indonesia U-23 di Final AFF: Strategi Vanenburg Belum Efektif?

Kekalahan Indonesia U-23 dari Vietnam di final Piala AFF U-23 2025 memberikan lima pelajaran penting yang patut menjadi bahan evaluasi sebelum menghadapi ajang yang lebih bergengsi. Pertandingan yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada Selasa (29/7/2025) malam WIB itu berakhir dengan skor tipis 0-1 untuk kemenangan Vietnam.

Meski tampil dominan dengan penguasaan bola mencapai 68 persen, Timnas Indonesia gagal memaksimalkan penguasaan tersebut menjadi gol. Justru, Vietnam yang hanya mencatat 32 persen penguasaan berhasil mencetak satu gol lewat Nguyen Cong Phuong pada menit ke-37. Statistik mencatat kedua tim sama-sama menciptakan dua tembakan tepat sasaran, namun Vietnam lebih efektif dalam mengeksekusi peluang.

- Advertisement -
asia9QQ

Kekalahan ini menjadi kegagalan Indonesia untuk meraih gelar juara AFF U-23 di kandang sendiri, sekaligus memberikan pelajaran penting bagi pelatih Gerald Vanenburg dan skuadnya. Laga ini memperlihatkan celah taktis, strategi, hingga kesiapan mental yang harus diperbaiki jelang Kualifikasi Piala Asia U-23 mendatang. Berikut lima poin penting dari hasil laga ini:


Eksperimen Formasi Tiga Bek: Risiko yang Tidak Sepenuhnya Efektif

Salah satu keputusan mengejutkan dari pelatih Gerald Vanenburg adalah meninggalkan formasi 4-3-3 yang selama ini diandalkan dan beralih ke skema 3-4-2-1. Langkah ini dimaksudkan untuk meredam serangan balik Vietnam yang dikenal cepat dan tajam.

Secara defensif, sistem ini tergolong berhasil. Tiga bek tengah – Kakang Rudianto, Kadek Arel, dan Muhammad Ferarri – tampil solid dan minim kesalahan fatal. Namun, masalah muncul saat Indonesia harus membangun serangan. Lini tengah yang diisi oleh Rayhan Hannan dan Rahmat Arjuna kurang kreatif dalam membongkar pertahanan lawan. Ditambah, peran Robi Darwis dan Dony Tri Pamungkas di sisi sayap gagal menjadi jembatan efektif ke lini depan.

Akibatnya, Jens Raven yang menjadi ujung tombak terisolasi dan minim suplai bola, membuat Indonesia terlihat tumpul di area sepertiga akhir.


Bola Mati Vietnam Jadi Ancaman Serius

Vietnam memainkan dua pendekatan efektif sepanjang pertandingan: mengacaukan konsentrasi lawan dan memanfaatkan bola mati. Kedua aspek ini dimaksimalkan dengan baik oleh skuad asuhan Kim Sang-sik.

Para pemain Vietnam, seperti Nguyen Dinh Bac dan Khuat Van Khang, kerap melakukan tekanan emosional terhadap pemain Indonesia. Hal ini terbukti mengganggu fokus pemain seperti Rahmat Arjuna dan Kakang Rudianto.

Gol kemenangan Vietnam berawal dari sepak pojok di menit ke-37—salah satu dari tiga tendangan sudut berbahaya yang mereka miliki di babak pertama. Situasi bola mati ini menjadi pembeda, karena Indonesia tampak kurang siap mengantisipasi skema yang dijalankan Vietnam.


Pergantian Pemain Terlambat dan Kurang Berdampak

Meski menguasai jalannya pertandingan, respons dari bangku cadangan Indonesia tergolong lambat. Vanenburg baru melakukan pergantian pemain pertama di menit ke-60, dengan memasukkan Achmad Maulana untuk menggantikan Frenky Missa.

Perubahan posisi Dominikus Dion ke lini tengah memberi sedikit efek, tetapi pergantian berikutnya baru terjadi menjelang akhir laga, tepatnya di menit ke-81. Keterlambatan dalam mengubah strategi membuat Indonesia kehabisan waktu untuk mengejar ketertinggalan.

Kemungkinan, minimnya opsi akibat kondisi pemain seperti Arkhan Fikri dan Toni Firmansyah yang belum fit mempengaruhi keputusan ini. Namun, dalam pertandingan sebesar final, kecepatan dalam mengambil keputusan taktis sangat krusial.


Strategi Kim Sang-sik yang Rapi dan Efektif

Pelatih Vietnam, Kim Sang-sik, menunjukkan kecerdasan taktis yang patut diacungi jempol. Ia menerapkan pola 3-4-3 saat menyerang, namun timnya bertransformasi menjadi formasi 5-4-1 ketika bertahan. Perubahan ini menutup ruang gerak lini tengah Indonesia secara efektif.

Dua gelandang kreatif Indonesia, Rayhan Hannan dan Rahmat Arjuna, tidak diberi ruang untuk mengembangkan permainan. Vietnam menumpuk pemain di area tengah sehingga distribusi bola ke depan tersendat. Alhasil, Indonesia kesulitan menembus pertahanan dan gagal menciptakan peluang matang.

Persiapan Menuju Kualifikasi Piala Asia U-23

Setelah kegagalan di AFF U-23 2025, Timnas Indonesia harus segera beralih fokus ke agenda berikutnya, yakni Kualifikasi Piala Asia U-23 2026. Turnamen ini akan berlangsung dua bulan ke depan dan menjadi ujian berat bagi skuad Garuda Muda.

Indonesia tergabung di Grup J bersama Korea Selatan, Laos, dan Makau. Melihat kekuatan lawan, Vanenburg harus mempersiapkan tim dengan lebih matang. Beberapa nama seperti Rafael Struick, Marselino Ferdinan, Ivar Jenner, hingga Welber Jardim diharapkan bisa bergabung untuk memperkuat kedalaman skuad.

Evaluasi taktik, perbaikan transisi, dan penajaman lini serang menjadi prioritas utama. Jika kekalahan ini dijadikan pembelajaran, maka Indonesia memiliki potensi untuk bangkit dan tampil lebih kompetitif di ajang yang lebih besar.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
asia9sports

Most Popular

Recent Comments