Monday, June 2, 2025
No menu items!
asia9QQ  width=
HomeLiga Champions5 Kekalahan PSG di Liga Champions: Celah Strategis yang Bisa Jadi Jalan...

5 Kekalahan PSG di Liga Champions: Celah Strategis yang Bisa Jadi Jalan Emas bagi Inter Milan

Paris Saint-Germain (PSG) tampil mengesankan di kompetisi domestik sepanjang musim 2024/2025, namun di panggung Liga Champions, performa mereka tidak sepenuhnya konsisten. Tercatat, PSG mengalami lima kekalahan penting selama kampanye Eropa musim ini.

Meskipun berhasil melaju ke final, lima kekalahan tersebut menyimpan sinyal penting yang tidak boleh diabaikan. Bagi Inter Milan, catatan buruk PSG di Liga Champions adalah “peta harta karun” strategis yang bisa dipecahkan untuk membuka peluang meraih gelar juara.

- Advertisement -
asia9QQ

Inilah lima kekalahan PSG di Liga Champions musim ini yang seharusnya menjadi bahan kajian penting bagi Inter Milan sebelum final.


1. Gagal Menjaga Konsentrasi: Bukti Mental Juara Belum Konsisten

Salah satu kekalahan paling mencolok terjadi saat PSG menghadapi Aston Villa di leg kedua perempat final. PSG sempat unggul dua gol dan tampak menguasai permainan. Namun segalanya berubah cepat. Aston Villa membalikkan keadaan dan menang 3-2.

Pertandingan ini menunjukkan betapa PSG kesulitan mempertahankan fokus di momen-momen genting. Struktur tim goyah, komunikasi antarpemain melemah, dan koordinasi di lini belakang kacau.

Bagi Inter Milan, ini bisa menjadi peluang besar. Mereka harus memanfaatkan momen ketika PSG kehilangan konsentrasi, terutama di menit-menit akhir. Laga-laga seperti ini tidak hanya dimenangkan oleh skill, tetapi oleh siapa yang lebih tenang dan fokus dalam tekanan.


2. Lemah Saat Ditekan Tim dengan Efisiensi Tinggi

PSG juga sempat ditekuk Liverpool di babak 16 besar. Meskipun secara statistik mereka lebih dominan dalam penguasaan bola, hasil akhir berkata lain. Liverpool mencetak satu gol di Anfield dan mempertahankannya dengan disiplin luar biasa.

Kekalahan itu menggarisbawahi satu kelemahan besar PSG — mereka kesulitan menghadapi tim yang bermain sabar dan efisien. Tim yang tidak banyak membuang peluang bisa membuat PSG frustrasi.

Pendekatan semacam ini sangat cocok dengan karakter permainan Inter Milan. Di bawah asuhan Simone Inzaghi, Inter kerap bermain reaktif dan memilih momen terbaik untuk menyerang balik. Ketika mereka melawan Barcelona dan Bayern, strategi ini terbukti berhasil.


3. Taktik Bertahan Rapat Jadi Ujian Besar bagi PSG

Selain Liverpool, Atletico Madrid juga menjadi tim yang sukses menundukkan PSG di fase grup. Diego Simeone menurunkan timnya dengan strategi klasik: pertahanan ketat dan eksploitasi celah di lini belakang lawan.

PSG, meskipun memiliki pemain cepat dan teknikal seperti Mbappé dan Dembélé, tetap kesulitan membongkar blok pertahanan yang kompak. Ketika serangan mereka tidak membuahkan hasil dalam 30 menit pertama, ritme permainan mulai terpengaruh.

Inter Milan sudah berulang kali menunjukkan bahwa mereka bisa menjadi tim bertahan terbaik di Eropa ketika dibutuhkan. Struktur tiga bek mereka, dipadukan dengan gelandang pekerja keras seperti Barella dan Mkhitaryan, bisa membuat PSG frustrasi.


4. Serangan Balik Jadi Senjata Mematikan Lawan PSG

Dari lima kekalahan tersebut, ada pola serupa yang terlihat jelas: serangan balik cepat selalu menjadi momok bagi PSG. Ketika mereka terlalu jauh maju, ruang di lini belakang terbuka lebar. Hal ini sering kali dimanfaatkan lawan untuk melancarkan serangan balik mematikan.

PSG masih belum menemukan cara efektif untuk meredam transisi cepat dari lawan. Inter Milan bisa sangat berbahaya dalam situasi seperti ini. Dengan kombinasi Lautaro Martínez, Marcus Thuram, dan Nicolò Barella, mereka bisa melancarkan serangan balik hanya dengan tiga sampai empat sentuhan.

Taktik ini tidak butuh penguasaan bola lama. Inter hanya perlu menunggu kesalahan PSG, lalu menghukumnya dengan kecepatan dan ketepatan.


5. Bola Mati: Sumber Gol yang Terlupakan oleh PSG

Satu area krusial lainnya adalah pertahanan PSG terhadap bola mati. Dari lima kekalahan yang mereka alami, setidaknya tiga di antaranya disebabkan oleh kegagalan mengantisipasi skema bola mati lawan. Mulai dari sepak pojok, tendangan bebas, hingga throw-in panjang, PSG tampak rentan.

Sebaliknya, Inter Milan sangat lihai dalam memanfaatkan bola mati sebagai senjata ofensif. Mereka memiliki pemain dengan postur tinggi dan kemampuan duel udara di atas rata-rata, seperti Alessandro Bastoni, Francesco Acerbi, dan Benjamin Pavard. Eksekutor seperti Çalhanoğlu juga sangat presisi dalam menempatkan bola di area berbahaya.

Dalam laga final yang diprediksi berlangsung ketat, bola mati bisa menjadi faktor pembeda. Satu tendangan sudut bisa menentukan hasil akhir. Inter harus benar-benar memaksimalkan setiap peluang dari situasi ini.


PSG memang kuat dan mendominasi sepanjang musim, tapi lima kekalahan di Liga Champions menunjukkan bahwa mereka tidak tak terkalahkan. Untuk Inter Milan, ini adalah kumpulan data penting yang dapat dimanfaatkan sebagai panduan untuk menaklukkan final di Allianz Arena. Bukan tidak mungkin, “celah” PSG ini justru menjadi kunci kemenangan Inter Milan dalam laga yang sangat menentukan.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
asia9sports

Most Popular

Recent Comments